WASPADAI GENERASI NEET
Oleh : Nisya Rifiani
Pernahkah kamu mendengar istilah NEET Generation?
Di Indonesia, istilah ini sebenarnya sudah cukup akrab
terutama bagi kamu yang gaul. NEET
Generation merupakan singkatan dari Not
in Education Employment or Training. Sesuai namanya, istilah ini ditujukan
untuk mereka generasi muda yang nggak sekolah, nggak punya pekerjaan, dan nggak
ikutan training (nggak punya keahlian
yang spesifik).
NEET berbeda dengan freeter (istilah untuk pengangguran yang
sedang berusaha mencari pekerjaan tetap). Orang yang tergolong dalam kelompok
NEET sama sekali tidak mempunyai keinginan untuk bekerja dan mendapatkan
penghasilan.
Istilah NEET Generation pertama kali muncul di Inggris pada tahun 1990-an,
ditujukan untuk para pengangguran berusia antara 16 – 18 tahun yang tidak mau
bersosialisasi dalam masyarakat. Sindrome
NEET kemudian menyebar di negara maju seperti di Amerika Serikat, Jepang, dan
Korea.
Jepang - salah satu negara yang memiliki
kelompok NEET yang besar jumlahnya. NEET di Jepang kebanyakan berusia produktif
antara usia 15–34 tahun. Status mereka dalam masyarakat tergolong sebagai orang
yang tidak memiliki pekerjaan, tidak menikah, dan tidak terikat studi.
Ironisnya, bila NEET di negara lain
banyak terjadi di kalangan tidak mampu, NEET di Jepang justru terjadi di
kalangan dengan tingkat ekonomi yang mapan. Institut Ketenagakerjaan Jepang
kemudian membagi NEET dalam 4 kategori.
Pertama, Yankee Kata. Tipe ini ditujukan untuk orang yang lebih suka
bersenang-senang daripada bekerja. Orang seperti ini biasanya menggantungkan
hidup pada orang tua mereka yang mapan. Istilah lain untuk tipe ini adalah parasite freeter.
Kedua, Hokikomori Kata. Tipe ini ditujukan untuk orang yang senang
menyendiri, mengurung diri, dan tidak mau bersosialisasi dengan masyarakat.
Orang seperti ini biasanya mengalami kebosanan hidup dan banyak ditemukan
mengakhiri hidupnya dengan bunuh diri.
Ketiga, Tachisukumu Kata. Tipe ini ditujukan untuk orang yang tidak
memiliki pendirian. Orang seperti ini biasanya merupakan lulusan sekolah
menengah atau perguruan tinggi yang tidak bisa (atau tidak berani) memutuskan
masa depannya.
Keempat, Tsumazuki Kata. Tipe ini ditujukan untuk orang yang pernah bekerja
namun mengalami kegagalan sehingga tidak memiliki keinginan untuk bekerja
kembali. Orang seperti ini biasanya tidak punya rasa percaya diri.
NEET Generation
bukan hanya masalah serius bagi generasi muda tetapi juga masalah bagi negara.
Akan berdampak besar bagi perkembangan ekonomi dan sosial bagi negara yang
memiliki kelompok NEET, apalagi dengan jumlah NEET yang besar.
Faktor-faktor yang menyebabkan
munculnya NEET diantaranya adalah faktor lingkungan dan faktor keluarga. Pada
lingkungan pekerjaan, banyak dijumpai adanya gap misalnya, perusahan lebih suka dengan pegawai yang senior
daripada yang junior, perbedaan honor pegawai tua dan pegawai muda, dan lain
sebagainya. Rendahnya gaji juga merupakan alasan mengapa beberapa orang muda
enggan bekerja.
Pada lingkungan keluarga, banyak
dijumpai orang tua yang terlalu memanjakan anak, dan melindungi anak. Anak akan
terbiasa menggantungkan hidup pada orang tuanya. Mengalirnya sponsor tetap kepada anak dan bantuan
keluarga yang terus-menerus membuat anak terjebak di zona aman dan tidak berani melangkah ke depan. Meningkatnya lulusan
pendidikan perguruan tinggi yang didak diimbangi dengan bertambahnya lapangan
kerja juga menjadi masalah.
Adakah NEET Generation
di Indonesia?
Meski gejala NEET memang cukup memprihatinkan namun kasus ini
belum ada di Indonesia, kalaupun ada jumlah kasusnya cukup sedikit. Namun jika
tidak diperhatikan, kondisi ini kemudian hari akan menjelma menjadi generasi
NEET. Generasi yang terjangkit NEET akan menimbulkan efek negatif berupa
penurunan kemampuan, hilangnya nilai-nilai dalam diri, dan remuknya motivasi. Lebih
jauh lagi, dapat menjadi bibit kemiskinan dan penyakit masyarakat. Jangan
sampai kondisi ini menjadi masa depan kaum muda Indonesia. Hendaknya kita
sebagai generasi muda berlomba-lomba memperkaya diri kita dengan hal-hal
positif. Ikuti berbagai kegiatan yang bermanfaat. Jangan sampai kita menjadi
generasi NEET. NEET Generation
berkembang di Indonesia? Semoga saja tidak…
#
Referensi : Majalah Animonster Volume 76 – July Tahun 2005
--------------------------------------------------------------------------------------------
Artikel ini
telah dipublikasikan di Tabloid Remaja BIAS – Dinas Pendidikan, Pemuda dan
Olah Raga Provinsi DIY Edisi 6 Tahun XVII / 2012
|
BIAS 2012 Edisi #6 - Opini NEET Generation
Artikel Lengkap
nice article mbak
BalasHapusTerimakasih...
Hapusapakah neet dipengaruhi modernisasi??
BalasHapusTentu...
Hapuswah, kok aku juga termasuk neet ya..
BalasHapus