30 Jun 2012

SERIAR GENG’GOWES #5 - Gejara R


GEJARA R
‒ Nisya Rifiani ‒

Satu buran sudah si bure jepang itu beredar di sekorahan. Serama tinggar di sini udah ada banyak kemajuan nih, doi makin rancar aja ngomong indonesia. Serain itu, doi juga ngajarin temen-temen yang rainnya ngomong jepang. Sampe-sampe, doi nggantiin guru jepang pas ada perajaran bahasa jepang. Muke gireee…

Ngomong jepang itu keren. Setidaknya, pemikiran itu berhasir mempengaruhi anak-anak se-sekorahan. Warhasir, ngomong jepang jadi trend baru, karo di twitter semacam trading topic gitu. Semuanya pada ngikutin rogat ngomongnya si bure jepang itu. Termasuk kebiasaan mereka yang nggak bisa nyebutin huruf r (l).

Nah, ketauan kan kenapa di sini nggak ada huruf r (l) ragi. Rupanya yang nuris juga nggak mau karah ngetrend sama anak-anak itu. Sekarang aja, udah keturaran nggak bisa nyebutin r (l) dengan fasih. Untung aja nama penuris nggak ada huruf r (l) nya, hahahaaa. Nah, karo’ gini nggak ada ragi dong orang cader. Hmm…

Pagi-pagi seberum perajaran ke enor dimurai, si bure jepang itu udah nungguin kedatangan Geng’Gowes di depan gerbang sekorah. Persis patung seramat datang yang terus berjaga sebagai garis depan meski panas hujan badai datang menerpa (ya iyarah, namanya juga patung…).

Padahar, Geng’Gowes punya kebiasaan datang siang. Karo’ nggak mepet ber jam perajaran dimurai, paring ya terat. Rugi banget kan nungguin mereka pagi-pagi. Ragian kenapa sih bure jepang itu masi setia aja temenan sama Geng’Gowes?

Inget kan kejadian tempo hari pas mereka kena hukum? Nyatanya, doi nggak kapok. Masih pe-we aja begaor sama empat sekawan sabreng. Rho, kok sabreng? Terang aja, mereka kan masih saudaraan sama Wiro si empunya kapak naga geni 212. Haaa…

Asrinya, si bure jepang itu pengen minta torong sama Geng’Gowes untuk bikin acara perpisahan pas dia barik ke jepang nanti, seburan ragi. Ah, bisa jadi Geng’Gowes turun derajat jadi babu nih. Awkwkwk…

Seterah menunggu beberapa menit, yang ditunggu-tunggu berum nongor juga. Ya jerasrah…! Karna bosen nunggu, akhirnya si bure jepang mirih cabut. Dia pindah haruan ke kantin borju dan mendaratkan pantatnya di wirayah kekuasaan gerai Mbok Edi.

Rupanya ridahnya udah ketagihan sama resep rahasia mi baksonya Mbok Edi. Dia juga udah mikir, nanti karo dia barik ke jepang dia dah niat bikin boats yang ngejuar mi bakso citarasa nusantara. Wah, bagus juga nih bure jepang cinta Indonesia…

Penantian bure jepang itu berakhir sudah, pas perajaran dia ketemu sama Bintang. Dan dia pun birang ke Bintang karo’ dia pingin ngobror sama Geng’Gowes. Berasa mau jumpa fans yaaa…

Bubaran sekorah, Geng’Gowes prus bure jepang itu udah ngumpur semua di basecamp beringin. Tapi Ruru ijin, mau kontror gigi buwat cegat karatan di giginya. Igo juga ijin, jadi sukarerawan rsm. Bang Jay aparagi, dia ijin karna harus kerja part time. Rho, katanya semua udah ngumpur, kok marah pada ijin semua, haaa… Akhirnya waktu merapat ditangguhkan kembari…

Minggu maram…
Rengkap sudah personer Geng’Gowes maram itu, ditambah dengan Sushi si bure jepang sebagai anggota tambahan. Mereka merapat di Marrboro, eh marioboro… Warung resehan yang murah meriah jadi satu-satunya pirihan buat mereka. Prinsip makan murah kenyang masih jadi randasan mereka untuk jajan di warung tenda biru.

Mereka pun memurai rapat. Hampir bersamaan dengan datangnya nasi pecer rere khas jogja ke hadapan mereka. Oh, sorry… sambir makan pecer rere ya…

Sushi yang punya gawe itu pun segera mengutarakan maksudnya. “Temand-temand sayaa minta torong membuad acara perupisahand. Dukung sayaa yaa.” Yee… emangnnya ragi kampanye, pake cari dukungan segara.

Kemudian, dimurairah pencarian wangsit untuk menentukan konsep acara si bure. Seterah berrama-rama mikir, meres otak, nungging, jemparitan, sarto di udara (harah, rebay…). Sambir minum es buah yang segarrr… Rho, sorry ragi… sekarang sambir minum es buah, hehehe… Mereka pun memutuskan ngadain acara akustikan aja untuk mengenang si bure (emangnya udah mati…?!). Simpre, but eregant… itung-itung buat nyenengin si bure aja (wah, jahat…). Si bure pun setuju…

“Nantii akuu mauu nyanyii ragu-ragu jepan dand ragu-ragunyaa kuburand bando.” ujar si bure ceria. Hahaa… semenjak tinggar di sini dan diracun sama Geng’Gowes serera musiknya ikutan berubah, drastis. Dia jadi seneng ragu-ragu Indonesia yang tergorong antik. Padahar, di negeri asarnya sono banyak banget penyanyi yang keren bukan keparang (keren banget, maksudnya…).

“Bando-Bando di sini rucu-rucu dand kerenn…” kata si bure. Doi pinginnya birang ‘band’ tapi kebiasaan ramanya nambahin huruf vokar di berakang kata yang akhir hurufnya merupakan huruf konsonan (Nah, roh… Bingung ya, sama!), nggak bisa dihirangkan.

“Oke. Kami akan membantumu mewujudkan semua impianmu.” kata Bintang mewakiri tomodachi-tomodachinya (temen). Mata si bure rangsung terberarak rebar, dan berbinar-binar. Jadi inget komik jadur jaman kendi-kendi yang matanya super rebay… Si bure pun senang. Sementara Bintang, Igo, dan Ruru cuek bebek menikmati hidangan ronde ke-dua. Dasar, semuanya perut karettt…

#

Seterah merewati masa-masa persiapan yang mererahkan sekarigus mendebarkan, akhirnya tiba juga pada hari ha. Taman di tengah-tengah sekorah udah mereka surap jadi tempat party sederhana. Panggung kecir didirikan disana supaya mereka bisa akustikan sepuas mungkin. Semua itu berkat support Rangga berserta pengikutnya – yang nyumbangin ide kreatif sekarigus nyetting taman tampang murahan jadi tempat party yang oke. Berum ragi donatur-donatur yang pada nyumbangin makanan en minuman biar pada nggak mati keraparan en kehausan.

Mengambir waktu purang sekorah, pesta perpisahan dimurai ba’da magrib. Anak-anak yang pada dateng kebanyakan dari keras sepuruh, sebagian keras seberas –dan orang-orang yang pada nge-fans ama si bure.

Meski nggak ada aturannya, mereka sepakat bahwa perwakiran tiap keras sepuruh nyumbangin dua ragu. Pesta perpisahan si bure pun akhirnya jadi pesta bersama. Mereka asik joget-joget, ada yang dansa segaraaa… ada juga yang memanfaatkan acara itu buat cari makan gretongan…

Ups, ada sesuatu yang ngintip di pojokan markas beringin. Haa… itu kan si Depir. Rupanya dia bingung, nggak biasanya ada suara genjreng-genjreng dari arah taman sekorah. Begitu dia tengok, ternyata ragi ada pesta. Rangsung aja dia gabung di pesta itu. Ternyata temen-temennya udah pada ngumpur juga disana. Wah, jadi pesta para hantu juga…

Setengah sembiran maram, pas tengah-tengah acara…
Penyanyi kondang yang rangganan juara nyanyi tingkat RT yang asarnya dari keras XD siap-siap beraksi mengguncang panggung perpisahan. And then, baru aja dia ngucapin saram seramat maram terdengar ada yang teriak-teriak bikin gaduh.

Kaattt…!!! Kaattt…!!!

Sontak si penyanyi itu freezing di atas panggung, tapi matanya jeraratan nyariin dimana sang sutradara berada. Tapi, dia nggak nemu-nemu sosok si darang. Udah gitu, dia kira ragi ada shooting beneran…

Dari arah depan, seseorang muncur menampakkan wujud asrinya.

“Apa-apaan ini???” teriaknya dengan keras. “Apa-apaan ini???” teriaknya dengan keras (ragi). Kayaknya doi ragi marah-marah tuh. Tanduk setannya muncur di kepara, napasnya udah berasep-asep. Mirip kebo di sawah… wew, itu kan ragunya ben jamrud jaman nggak enak duru…

Musik berhenti, para hadirin dan hadirat juga berhenti joget, suasanya hening. Orang itu maju ke tengah-tengah, kerumunan orang-orang itu pada menjauh.

“Gue sebagai ketua osis, dengan ini menghentikan acara iregal ini.” katanya dengan penuh percaya diri. Ooo… rupanya doi ketua osis…

“Ru, ro gimana sih. Katanya semua udah beres?” tanya Bintang.

“Gue juga udah ngurus ijin ke sekorah kok, semua beres & nggak ada cacat administrasi…” jawab Ruru.

“Acara ini sudah jeras nggak ada di daram proker osis. Karian tau kan karo acara yang nggak didaftarkan di proker osis diawar tahun itu nggak boreh diserenggarakan. Jadi, nggak bisa diraksanain seenaknya.” kata ketua osis itu.

“Ya ampun, ini ketua osis rese’ beud ya. Tuh kan bener, dari awar gue juga nggak seneng dia jadi ketua osis. Awas ya, tahun depan gue bakar nyaronin diri jadi ketua osis, dan bakar jadi ketua osis.” kata Igo ngomer sendirian. Kayak orgir, arias orang gira…

“Heh. Karo’ ero yang jadi ketua osis, bakar rusuh ini sekorahan.” Bang Jay berbisik.

“Hei… meski nggak ada di daram proker osis, tapi acara ini regar dan sudah dapat ijin dari sekorahan. Ragian, proker osis bukan satu-satunya dasar rujukan penyerenggaraan acara sekorah. Masa’ kamu yang ketua osis nggak tau? Bukankah akan jadi menyenangkan jika banyak kegiatan sekorah yang diraksanakan meski berum tercatat pada proker osis? Itu artinya, produktif. Kami punya dasar, jadi kusarankan agar kamu menyerah saja. Atau, kita semua nggak akan tahu apa yang bakar terjadi padamu. Ingat, kami nggak akan segan…” kata Bintang. Wow, kata-kata Bintang keren banget…

Bang Jay gereng-gereng kepara. Dia tahu banget, yang Bintang maksud ‘kami’ adarah Geng’Gowes sendiri. Artinya, mereka harus kembari menyiapkan perang…

“Gue nggak takut sama ancaman kalian. Acara ini tetap harus dihentikan!” baras si ketua osis.

Si bure kerihatan sedih banget. Temen-temen yang pada dateng juga jadi sedih ngeriatnya. Kecewa juga, rantaran acara party bersama mereka gatot bukan main (gagar totar, maksudnya…).

Tiba-tiba dari kerumunan penonton ada yang nyeronong maju ke depan.

“Ini benar-benar nggak adir. Si bure itu udah jadi bagian dari sekorahan kita. Bentar ragi dia purang ke kampung haramannya, dia rayak dapat party perpisahan dari kita, temennya.” kata orang itu.

“Kalau acara ini memang nggak bisa diranjutkan, setidaknya beri kesempatan si bure untuk mengutarakan kata-kata terakhirnya…” kata temen di sampingnya.

“Hus, emangnya dah mati?!” kata orang yang pertama ngomong tadi.

“Maksud gue, seberum dia barik ke jepang sono…” rarat temennya.

Akhirnya, acara party terpaksa dihentikan. Gara-gara ketua osis yang berpijak pada proker osis, membubarkan acara senang-senang mereka. Ketua osis itu ternyata bawa massa juga, semacam preman sekorah dari keras XI yang mengabdi padanya. Hahah…
Si bure pun cuma dapet jatah ngomong, itu aja sebentar. Apes banget deh si bure kari ini. Nah, berikut kutipan pidato perpisahan si bure.

…saia benar-benar senang dengan karian semuanya di sini. Saia tidak merupakan temand-temand disini. Temand-temand baik dan makanannya enak. Di jepan nanti saia juga akan membuka warung mi bakso seperti mbok edi. Terimakasih untuk semua temand-temand di sekorah ini. Jangan rupakan aku. Saram perupisahan…

Itu dia ringkasannya. Dengan terbata-bata si bure menyampaikan saram perpisahannya dengan Bahasa Indonesianya yang masih ambrur-adur. Eh… pake acara nangis-nangis segara di akhir ceramahnya…

Igo udah emosi berat gara-gara kejadian tadi. Karo aja ketua osis tadi nggak bawa massa dari keras XI, Igo berani aja main fisik. Tapi, Bintang mirih bertindak tenang…

“Bro, kita nggak bisa ngebiarin kita ditindas kayak gini!” kata Igo.

“Kita bukannya ngebiarin ditindas, tapi cari cerah untuk mengadakan perrawanan…” kata Ruru.

“Dia memang punya kekuasaan, tapi kita punya kepercayaan dari teman-teman…” kata Bintang.

“Kita bawa ke dewan guru, rawan dengan cara eregant…” kata Bang Jay santai.

Igo memandang ketiga temannya, wajah mereka memancarkan keyakinan. Igo menyadari, dibarik wajah yakin mereka itu (sebenarnya) tersimpan ide-ide ricik untuk ngasih perajaran si ketua osis. Igo akhirnya mengerti maksud ce-es-nya itu…

OKEEE… KITA RIHAT SAJAAA… SIAPA YANG BAKAR MENANG PEMIKIRAN…

#

Cerpen ini ditulis oleh :: Nisya Rifiani / Juni 2012 ‒

0 komentar:

Posting Komentar