REVIEW FILM - - SANG PENARI - -
“Ronggeng
iku duniaku. Wujud dharma bhaktiku ke Dukuh Paruk.”
Srintil – Sang Penari
Gambar: Google
Pada awalnya, sama
sekali nggak terfikir untuk nonton film ini. Tapi malam itu, aku dan partner-ku Ai jalan-jalan keluar. Langkah
kami menuju ke bioskop – maunya nonton film − pokoknya nonton film – film apa
aja… cetusku. Akhirnya kami berdua memutuskan untuk menonton Sang Penari, karena diantara film-film
yang sedang diputar saat itu film
inilah yang paling oye untuk ditonton
berdua. Dan memang benar saja, Sang
Penari menyuguhkan tontonan full love
story…
Sinopsis Film
Sang Penari mengangkat cerita
cinta yang terjadi di sebuah desa miskin di Indonesia. Berlatar pada
pertengahan tahun 1960-an, RASUS – seorang tentara muda menyusuri kampung halamannya.
Mencari cintanya yang hilang − SRINTIL.
Awal cerita Sang Penari mengisahkan Rasus dan Srintil
yang masih muda dan saling jatuh cinta di kampung mereka yang kecil dan miskin,
Dukuh Paruk. Tapi sesuatu menghalangi cinta mereka… Ronggeng, menjadi sesuatu hal yang
sangat diagungkan dengan kepercayaan magisnya sebagai suatu warisan yang harus
dilestarikan sekaligus persembahkan kepada leluhur kampung di setiap
pertunjukannya.
Begitu pula dengan sang penari ronggeng, penduduk kampung
percaya bahwa tidak semua orang bisa menjadi penari ronggeng, karena diyakini
bahwa leluhur mereka sendirilah yang akan memilih dan menentukan siapa
titisannya. Ketika diketahui Srintil memiliki kemampuan menari yang magis, membuat
para tetuah dukuh percaya bahwa Srintil adalah titisan ronggeng. Srintil
menyiapkan diri untuk tugasnya menjadi ronggeng.
Saat itu, Srintil menyadari bahwa menjadi
ronggeng tidak hanya berarti menjadi pilihan dukuhnya di pentas-pentas tari. Ia
juga akan menjadi milik semua warga Dukuh Paruk. Hal ini menempatkan Rasus pada
sebuah dilema. Ia merasa cintanya telah dirampas dan dalam keputusasaan, ia
meninggalkan dukuhnya untuk menjadi anggota tentara.
Jaman terus bergerak. Rasus harus memilih –
antara loyalitas kepada negara atau cintanya kepada Srintil. Saat Rasus berada
dalam dilema, ia sudah kehilangan jejak kekasihnya. Pencarian selanjutnya tidak
mudah. Sepuluh tahun kemudian, barulah nasib mempertemukan Rasus dengan Srintil…
Cerita cinta sang penari juga dibungkus dalam imbas pergolakan politik G30S/PKI.
Review Film
Sang Penari – adalah sebuah film
hasil adaptasi dari novel trilogi karya Ahmad Tohari, Ronggeng Dukuh Paruk : Ronggeng
Dukuh Paruk (1982), Lintang Kemukus
Dini Hari (1985), dan Jantera
Bianglala (1986). Trilogi novel ini memang salah satu karya sastra penting
dalam catatan literature Indonesia.
Ahmad Tohari – Pengarang Novel Trilogi
Ronggeng Dukuh Paruk
Foto : istimewa
Fokus cerita Sang Penari adalah konflik cinta segitiga antara Srintil (Prisia
Nasution) dan Rasus (Oka Antara), serta kecintaan dan pengorbanan Srintil pada
dunia ronggeng.
Namun, rasa cinta tersebut kemudian tertutupi dengan ego mereka atas kecintaan
mereka terhadap sisi kehidupan lain mereka. Pertentangan inilah yang membuat
kisah cinta antara Srintil dan Rasus tidak pernah mampu menyatu dengan baik. Meski Sang Penari
berfokus pada kisah cinta klasik, namun film ini menyuguhkan sisi tradisional
Indonesia yang kental.
Pembawaan karakter bagi semua pemain juga
mengesankan. Karakterisasi Srintil dan Rasus begitu kuat, keduanya tampil
dengan rasa cinta antara satu dengan yang lainnya. Prisia Nasution dan Oka Antara
berhasil memberikan penampilan yang benar-benar mampu tampil hidup merasuk ke
benak setiap penonton Sang Penari. Para
jajaran pemeran pendukung yang diisi dengan nama-nama aktor dan aktris senior
seperti Slamet Rahardjo, Dewi Irawan, Tio Pakusadewo, hingga Lukman Sardi dan
Hendro Djarot mampu mendapatkan pengarahan yang sangat baik dari Ifa Isfansyah
yang kemudian berhasil mengeluarkan kemampuan akting terbaik setiap pemeran
film ini.
Foto : Istimewa
Sang Penari menyuguhkan jalan cerita yang cerdas
dan kuat, didukung tata produksi ‘kelas atas’. Setting artistik, tata rias (make-up),
tata busana (wardrobe), hingga tata
visual digarap begitu jeli dan seksama. Teknik sinematografi benar-benar bisa
menghipnotis para penonton, keren banget. Dukungan musik juga mampu
menghidupkan nuansa pada setiap adegan. Pencapaiannya, Sang Penari adalah film Indonesia yang paling berkelas yang pernah
dihasilkan industri film Indonesia…
Trivia & Fakta
-
Adaptasi Novel Trilogi Ronggeng Dukuh Paruk
ke dalam skenario “Sang Penari” memakan waktu 2,5 tahun lamanya.
-
Film
Sang Penari meraih empat penghargaan dalam Festival Film Indonesia 2011. Film
ini berhasil meraih gelar sebagai Film Terbaik – sekaligus memberikan citra
kepada Ifa Isfansyah sebagai Sutradara Terbaik, Prisia Nasution sebagai Aktris
Utama Terbaik, serta Dewi Irawan sebagai Aktris Pendukung Terbaik.
Experience
Sebuah mall
terbesar di kota jogja itu terlihat lengang, sepi. Begitu juga dengan Bioskop
21-nya. Ada apa gerangan? Rupanya, malam itu adalah laga pertandingan Indonesia
vs Malaysia. Yup, pertandingan final SEA Games XXVI Tahun 2011 yang
diselenggarakan di Gelora Bung Karno sekaligus disiarkan langsung oleh salah
satu stasiun televisi swasta.
Jelas aja, semuanya pada nonton pertandingan
itu. Meski bukan pecinta bola, pasti menarik untuk nonton dan dukung Tim
Indonesia yang melawan “musuh” bebuyutannya itu. Aduh, sungguh nggak tau aku
ada pertandingan itu… Tapi, nggak nonton pertandingan ini bukan berarti nggak
cinta Indonesia kan... hahaa…
Selesai menonton Sang Penari – yang ternyata menampilkan adegan dewasa juga
(hahah, asik asik josss…), aku dan ai, kami berdua sempat mampir ke Toko Buku Gramedia, beli komik… Sepanjang jalan
menuju Gramedia juga lengang. Gerai-gerai yang punya televisi semua pilih channel yang menyiarkan pertandingan
bola itu.
Kami sempat nebeng ikutan nonton, desek-desekan
sama pengunjung lainnya di sebuah counter.
Tapi sayang, counter-nya keburu tutup
karna udah lewat jam buka – waktunya beresin lapak. Mbak-Mbak SPG-nya juga udah
keburu pulang. Padahal, lagi seru-serunya lho…
Gambar : Dokumentasi Pribadi
Perjalanan pulang nggak sesantai biasanya… Ai lumayan ngebut bawa motornya.
Sampai di rumah, ai minta ijin
ikutan nonton bola. Padahal ai
nggak suka bola. Aku ikutan nemenin aja sih, sembari tidur-tiduran and baca komik yang aku beli tadi.
Pertandingan berakhir dengan kekalahan Tim Indonesia… Hahah… Lepas itu, ai lumayan lama stay di rumah. Dia malah gantian yang nemenin aku baca komik, walaupun aku sendiri udah ngantuk setengah mampus. Jadinya malah baca komik sambil ngulet-ngulet nggak jelas di atas kasur ditemani ai, hadewww... malam yang nggak cetho... Tapi berkesan kok, Thnks Ai... :)
Gambar :
www.wikipedia.org
|
SANG
PENARI
Rilis : 10 November 2011
Produser : Shanty Harmayn
Produksi : KG Production, Indika, Salto
Films, Les Petites Lumieres
Sutradara : Ifa Isfansyah
Penulis Naskah : Salman Aristo, Ifa Isfansyah, Shanty
Harmayn
Pemain :
Prisia Nasution, Nyoman Oka Antara, Slamet
Rahardjo, Dewi Irawan, Tio Pakusodewo, Happy Salma, Lukman Sardi, Hendro
Djarot
Durasi : 111'
|
#
− Review by : Nisya Rifiani −
Novelnya asik buat di baca, tapi sayang blom baca seri ke tiga :)
BalasHapusNovelnya malah belum baca...
Hapus