EXPERIENCE
Sisi lain - Pengamen Jalanan di Alun-Alun Kota Jogja
Kegiatan nongkrong bersama teman kini menjadi salah satu agenda yang
nggak boleh dilewatkan. Acara kongkow
seperti ini seakan menjadi ritual wajib yang musti dijalankan. Kalo’ dalam
seminggu aja nggak ada acara kumpul bareng teman, rasanya gimanaaa gitu… Berbagai
tempat asyik buat nongkrong musti disambangi satu-satu, bergiliran.
Mulai dari yang minimalis
hingga yang prestise. Mencoba sensasi
angkringan, warung kopi, hingga kafe ternama… Kebiasaan tersebut bukan
hanya nge-trend di kalangan
mahasiswa, siswa sekolah menengah atas, sekolah menengah pertama, hingga siswa
sekolah dasar pun kini getol banget kongkow
seperti ini.
Bersosialisasi dengan cara ini tentu mustahil jika kita nggak punya
duit... Katakan,
minimal sepuluh ribu rupiah untuk sekali kongkow.
Itu untuk kelas warung tenda, bagaimana dengan level di atasnya??? Atau,
minimal dua puluh ribu rupiah untuk sekali nonton, padahal dalam
seminggu bisa berkali-kali nonton...
Kegiatan seperti itu memang selalu dikatakan lumrah di jaman sekarang
ini. Tetapi, coba tengoklah sisi lain di sekitar kita… Tidak semua
orang beruntung seperti kita. Punya orang tua yang mapan dan bisa memenuhi
semua kebutuhan kita. Perlu sesuatu, tinggal calling mama...
Atau setidaknya, mereka memfasilitasi hidup kita - mulai
dari gadget hingga kendaraan. Sebagian
hanya menikmatinya tanpa bisa menghasilkan apa-apa, sebaliknya memanfaatkan secara
maksimal hingga menghasilkan rupiah... yang mana kita?
Fenomena Pengamen Jalanan di Kota Jogja
Malam itu kami berdua, saya dan mas achmad choirul sidiq tengah jalan-jalan di Alun-AlunUtara Kota Jogja. Kami juga mampir ke salah satu warung tenda disana,
menikmati seporsi ronde yang hangat. Beberapa lama kemudian, ada serombongan pengamen
jalanan mendekati kami. Mereka lantas mulai menyanyi sembari memainkan alat musik. Hanya kami beri rupiah
sekadarnya.
Selesai menyanyi, kami pun mengajak ngobrol mereka. Rombongan pengamen
jalanan ini ternyata benar-benar
pengamen jalanan. Maksudnya, mereka bukan mahasiswa, atau orang yang mengamen di malam
hari untuk menambah penghasilan mereka. Tetapi memang berprofesi sebagai
pengamen jalanan... kegiatan lainnya selain mengamen, tidak saya
tanyakan...
Siang hari mereka mengamen sendiri (berpisah), namun malamnya mereka
mengamen bersama-sama... Mereka orang perantauan, berasal dari luar Kota
Jogja. Ketika kami tanya, mengapa hijrah ke Kota Jogja dan mengapa sampai sini ‘hanya’
mengamen??? Mereka menjawab, memang tidak ada pilihan yang lain... ingin
memulai usaha, namun apa daya tiada modal...
Rombongan pengamen jalanan bukan mereka saja, ada ratusan lainnya…
Pengamen-Pengamen itu seakan punya harapan yang sama, semoga
keadaan ini hanya sementara. Berharap ada pekerjaan yang lebih baik, dengan ‘gaji’
yang lebih baik pula...
Teman, syukuri apa yang kita miliki...
Maksimalkan apa yang kita mampu usahakan...
Jangan melakukan kegiatan yang nggak berguna...
Rombongan Pengamen Jalanan di Alun-Alun Utara Kota Yogyakarta
Dori, Edi, Thoyib - satu lagi saya lupa namanya...^^
Rabu, 11 Juli 2012
Foto : Achmad Choirul Sidiq
Teks : Nisya Rifiani
0 komentar:
Posting Komentar