13 Jun 2012

Bincang-Bincang Psikologi - Teman PD Berlebih

 Kuliah Komunikasi :: TEMAN PD BERLEBIH
Oleh : Nisya Rifiani

Artikel ini telah dipublikasikan di Majalah Remaja BIAS – Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olah Raga Provinsi DIY – Edisi 2 Tahun XV / 2011


Manusia adalah makhluk sosial yang tidak tahan hidup sendiri. Kita selalu ingin berinteraksi dengan orang lain secara positif. Hal ini ditujukan untuk menumbuhkan hubungan sosial yang baik. Dalam hubungan sosial suatu pertemanan adalah suatu hal yang amat lumrah. Pertemanan, adalah suatu kata yang sangat sulit dijelaskan. Namun secara harfiah dapat diartikan sebagai : perilaku kerja sama dan saling mendukung antara dua atau lebih entitas sosial. Dalam pertemanan juga terdapat unsur-unsur seperti kecenderungan untuk menginginkan apa yang terbaik bagi satu sama lain. Simpati, empati, kejujuran bersikap dan saling pengertian juga sangat diperlukan. Pertemanan juga merupakan salah satu dinamika dalam kehidupan bermasyarakat yang notabene adanya saling ketergantungan.

Kita memang selalu membutuhkan pertemanan. Tapi, pertemanan juga membutuhkan usaha. Pertemanan tidak lepas dari konflik-konflik dan pertentangan satu sama lain. Dalam pertemanan, terkadang ada banyak situasi dan kondisi yang menempatkan kita pada posisi yang sulit. Misalnya, mengetahui kebiasaan buruk teman namun sulit untuk mengatakannya ; karena kita takut teman akan tersinggung atau meninggalkan kita. Berikut ini adalah contoh kasus serupa :

- Kasus -
Kita mempunyai teman yang memiliki kebiasaan buruk namun tak pernah ia sadari. Bukan teman baik, namun bertemu dalam beberapa kegiatan menjadikan kita cukup mengenalnya. Ia berasal dari keluarga kalangan menengah yang berkecukupan, berada di lingkungan yang baik dan mengikuti beberapa kegiatan yang positif. Sebenarnya ia mempunyai pribadi yang cukup menyenangkan. Namun disisi lain ia mempunyai suatu kebiasaan buruk yang kadang menggangu teman-teman disekitarnya. Ia suka membanggakan dirinya sendiri secara berlebih. Tak hanya itu, kerap kali ia merendahkan kita didepan diri kita sendiri. Tak hanya kita, teman-teman yang lain pun ada yang diperlakukan serupa. Sikap tersebut secara tidak sadar atau secara spontan ia lakukan dan terus-menerus. Karena terlalu sering ia lakukan, tanpa sadar hal tersebut menjadi kebiasaan. Tentu, ia tidak menyadari apa yang diperbuatnya. Perbuatan yang tidak menyenangkan bagi kita.

Psikologi humanistik memandang perilaku manusia (individu) berpusat pada konsep diri. Manusia berperilaku untuk mempertahankan, meningkatkan, dan mengaktualisasi diri. Individu bereaksi pada situasi sesuai dengan persepsi tentang dirinya dan dunianya – dengan cara yang sesuai dengan konsep dirinya. Anggapan adanya ancaman terhadap diri akan diikuti oleh pertahanan diri – berupa penyempitan dan pengkakuan (rigidification) persepsi dan perilaku penyesuaian serta penggunaan mekanisme pertahanan ego seperti rasionalisasi. (Carl Rogers dalam Jalaluddin Rakhmat, 2007)

Pada kasus diatas, melihat tingkah laku teman kita tersebut sebenarnya kita (harus) merasa kasihan padanya. Boleh dikatakan, dia begitu narsis – begitu orang-orang sekarang mengatakannya. Namun juga terlalu berlebihan. Sifat narsisisme pada dasarnya ada dalam setiap manusia sejak lahir. Sifat narsisisme dalam jumlah yang cukup akan membuat seseorang memiliki persepsi yang seimbang antara kebutuhannya dalam hubungannya dengan orang lain. Namun apabila jumlahnya berlebihan, dapat menjadi suatu kelainan kepribadian yang bersifat patologis.

Dalam kasus diatas, penyebab utama sikapnya tersebut kemungkinan adalah ia merasa dirinya tidak layak dan berharga. Akibatnya, ia membutuhkan pengakuan lebih dari lingkungan di sekelilingnya baik dari keluarga maupun dari teman-temannya. Sayang, cara ia mengaktualisasi diri salah. Merasa lebih baik dengan diri sendiri bukan dengan cara membanggakan diri sendiri ke orang lain ; atau meredahkan orang lain. Tapi cukup merasa bahwa secara pribadi diri kita punya potensi dan kualitas yang menyenangkan seperti kecerdasan, bakat, atau kepribadian yang baik. Ia harus mampu melihat ke dalam dirinya sendiri sehingga dapat mengaktualisasi diri dan menjadi pribadi yang menyenangkan. Hal inilah yang sepertinya tak ia mengerti. Saat ia merendahkan orang lain, tak ia mengerti bahwa tak seorangpun senang direndahkan. Dan tak akan menjadi lebih baik saat ia merendahkan orang lain. Pembelajaran baginya tentu saja dengan mengajaknya memahami konsep diri dalam aktualisasi diri, kemudian mengajaknya untuk menghilangkan kebiasaan buruknya itu.

Hidup akan terasa lebih indah apabila kita memiliki teman untuk berbagi. Pertemanan harus memiliki sinergi saling membutuhkan menghormati dan menghargai. Tidak mengedepankan ego masing-masing, selalu menjaga integritas privasi satu sama lain mana yang boleh ‘dilewati’ mana yang tidak, keterbukaan kita dalam mengungkapkan penolakan atau penerimaan akan tindakan teman kita dan tentunya juga rasa saling menghormati merupakan cara-cara dari sekian banyak cara dalam menjaga solidnya pertemanan tersebut. Nilai-nilai pertemanan dapat menciptakan altruisme yang dapat memberikan kontribusi untuk meminimalisir konflik-konflik, konfrontasi-konfrontasi atau bahkan perang-perang tak berguna yang masih berlangsung saat ini.

Rererensi :
Rakhmat, Jalaluddin. 2007. Psikologi Komunikasi ; Edisi Revisi. Bandung ; PT Remaja Rosdakarya.

0 komentar:

Posting Komentar