Oleh
: Nisya Rifiani
Artikel ini telah dipublikasikan di
Majalah Remaja BIAS – Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olah Raga Provinsi DIY –
Edisi 2 Tahun XV / 2011
|
Manusia
adalah makhluk sosial yang tidak tahan hidup sendiri. Kita selalu ingin
berinteraksi dengan orang lain secara positif. Hal ini ditujukan untuk
menumbuhkan hubungan sosial yang baik. Dalam hubungan sosial suatu pertemanan
adalah suatu hal yang amat lumrah. Pertemanan, adalah suatu kata yang sangat
sulit dijelaskan. Namun secara harfiah dapat diartikan sebagai : perilaku kerja
sama dan saling mendukung antara dua atau lebih entitas sosial. Dalam
pertemanan juga terdapat unsur-unsur seperti kecenderungan untuk menginginkan
apa yang terbaik bagi satu sama lain. Simpati, empati, kejujuran bersikap dan
saling pengertian juga sangat diperlukan. Pertemanan juga merupakan salah satu
dinamika dalam kehidupan bermasyarakat yang notabene adanya saling
ketergantungan.
Kita memang selalu membutuhkan
pertemanan. Tapi, pertemanan juga membutuhkan usaha. Pertemanan tidak lepas
dari konflik-konflik dan pertentangan satu sama lain. Dalam pertemanan,
terkadang ada banyak situasi dan kondisi yang menempatkan kita pada posisi yang
sulit. Misalnya, mengetahui kebiasaan buruk teman namun sulit untuk
mengatakannya ; karena kita takut teman akan tersinggung atau meninggalkan
kita. Berikut ini adalah contoh kasus serupa :
- Kasus -
Kita mempunyai teman yang memiliki
kebiasaan buruk namun tak pernah ia sadari. Bukan teman baik, namun bertemu
dalam beberapa kegiatan menjadikan kita cukup mengenalnya. Ia berasal dari
keluarga kalangan menengah yang berkecukupan, berada di lingkungan yang baik
dan mengikuti beberapa kegiatan yang positif. Sebenarnya ia mempunyai pribadi
yang cukup menyenangkan. Namun disisi lain ia mempunyai suatu kebiasaan buruk
yang kadang menggangu teman-teman disekitarnya. Ia suka membanggakan dirinya
sendiri secara berlebih. Tak hanya itu, kerap kali ia merendahkan kita didepan
diri kita sendiri. Tak hanya kita, teman-teman yang lain pun ada yang
diperlakukan serupa. Sikap tersebut secara tidak sadar atau secara spontan ia
lakukan dan terus-menerus. Karena terlalu sering ia lakukan, tanpa sadar hal
tersebut menjadi kebiasaan. Tentu, ia tidak menyadari apa yang diperbuatnya.
Perbuatan yang tidak menyenangkan bagi kita.
Psikologi humanistik memandang
perilaku manusia (individu) berpusat pada konsep diri. Manusia berperilaku
untuk mempertahankan, meningkatkan, dan mengaktualisasi diri. Individu bereaksi
pada situasi sesuai dengan persepsi tentang dirinya dan dunianya – dengan cara
yang sesuai dengan konsep dirinya. Anggapan adanya ancaman terhadap diri akan
diikuti oleh pertahanan diri – berupa penyempitan dan pengkakuan (rigidification) persepsi dan perilaku
penyesuaian serta penggunaan mekanisme pertahanan ego seperti rasionalisasi. (Carl
Rogers dalam Jalaluddin Rakhmat, 2007)
Pada kasus diatas, melihat tingkah
laku teman kita tersebut sebenarnya kita (harus) merasa kasihan padanya. Boleh
dikatakan, dia begitu narsis – begitu orang-orang sekarang mengatakannya. Namun
juga terlalu berlebihan. Sifat narsisisme pada dasarnya ada dalam setiap
manusia sejak lahir. Sifat narsisisme dalam jumlah yang cukup akan membuat
seseorang memiliki persepsi yang seimbang antara kebutuhannya dalam hubungannya
dengan orang lain. Namun apabila jumlahnya berlebihan, dapat menjadi suatu
kelainan kepribadian yang bersifat patologis.
Dalam kasus diatas, penyebab utama
sikapnya tersebut kemungkinan adalah ia merasa dirinya tidak layak dan
berharga. Akibatnya, ia membutuhkan pengakuan lebih dari lingkungan di
sekelilingnya baik dari keluarga maupun dari teman-temannya. Sayang, cara ia
mengaktualisasi diri salah. Merasa lebih baik dengan diri sendiri bukan dengan
cara membanggakan diri sendiri ke orang lain ; atau meredahkan orang lain. Tapi
cukup merasa bahwa secara pribadi diri kita punya potensi dan kualitas yang
menyenangkan seperti kecerdasan, bakat, atau kepribadian yang baik. Ia harus
mampu melihat ke dalam dirinya sendiri sehingga dapat mengaktualisasi diri dan
menjadi pribadi yang menyenangkan. Hal inilah yang sepertinya tak ia mengerti.
Saat ia merendahkan orang lain, tak ia mengerti bahwa tak seorangpun senang
direndahkan. Dan tak akan menjadi lebih baik saat ia merendahkan orang lain.
Pembelajaran baginya tentu saja dengan mengajaknya memahami konsep diri dalam
aktualisasi diri, kemudian mengajaknya untuk menghilangkan kebiasaan buruknya itu.
Hidup akan terasa lebih indah apabila
kita memiliki teman untuk berbagi. Pertemanan harus memiliki sinergi saling
membutuhkan menghormati dan menghargai. Tidak mengedepankan ego masing-masing,
selalu menjaga integritas privasi satu sama lain mana yang boleh ‘dilewati’
mana yang tidak, keterbukaan kita dalam mengungkapkan penolakan atau penerimaan
akan tindakan teman kita dan tentunya juga rasa saling menghormati merupakan
cara-cara dari sekian banyak cara dalam menjaga solidnya pertemanan tersebut.
Nilai-nilai pertemanan dapat menciptakan altruisme yang dapat memberikan
kontribusi untuk meminimalisir konflik-konflik, konfrontasi-konfrontasi atau
bahkan perang-perang tak berguna yang masih berlangsung saat ini.
Rererensi
:
Rakhmat,
Jalaluddin. 2007. Psikologi Komunikasi ;
Edisi Revisi. Bandung ; PT Remaja Rosdakarya.
0 komentar:
Posting Komentar