KULIAH KOMUNIKASI
Studi Literasi Media (Bagian I)
Review by : Nisya Rifiani
1.
Sejarah dan perkembangan literasi
media
Perkembangan literasi media tidak dapat
dilepaskan dari perkembangan media itu sendiri. Center for Media Literacy (CML) memberikan ilustrasi mengenai
perkembangan literasi media terutama di Amerika Serikat. Sejarah perkembangan
literasi media sejatinya sudah dimulai sebelum dekade 1960-an. Perkembangan
pada era ini tidak dapat dilepaskan dari tokoh Marshall McLuhan yang memberikan
perspektif baru dalam memandang media, yakni sebuah konsep “the medium is the message” dalam bukunya
yang berjudul “Understanding Media: The
Extensions of Man”.
McLuhan menganggap
media sebagai perluasan manusia dan bahwa media yang berbeda-beda mewakili
pesan yang berbeda-beda. Media juga menciptakan dan mempengaruhi cakupan serta
bentuk dari hubungan-hubungan dan kegiatan-kegiatan manusia. Pengaruh media
telah berkembang dari individu kepada masyarakat. Dengan media setiap bagian
dunia dapat dihubungkan menjadi desa global (The Global Village).
Tokoh lainnya ialah John Culkin (1928 -
1993), merupakan seorang pendidik di Amerika yang pertama kali memasukkan
literasi media ke dalam kurikulum pendidikan secara eksplisit. Pemikirannya
adalah untuk membuat Amerika Serikat memiliki populasi yang media literate. Pada tahun 1964, Culkin
menulis :
"The attainment of (media) literacy involves
more that mere warnings about the effects of the mass media and more even than
constant exposure to the better offerings of these media. This is an issue
demanding more than good will alone; it requires understanding. And training in
understanding is the task of the school!"
Dekade 1960 - 1970
Pada dekade ini dimulai uji coba yang mengintergrasikan literasi media
ke dalam kurikulum. Berbagai penelitian dilakukan dalam usaha penggunaan media
di sekolah. Misalnya, menggunakan televisi untuk mendukung kegiatan pendidikan
dan mengintegrasikan pendidikan literasi media ke dalam kurikulum dengan modul
yang disusun dengan baik.
Selanjutnya, UNESCO mengembangkan
prototipe model program pendidikan media yang hendak diterapkan di seluruh
dunia(1). Pada saat itu hanya sedikit negara yang memberikan perhatiannya
terhadap literasi media diantaranya Inggris dan Australia. Menyusul
negara-negara di Eropa, Amerika Latin, Amerika Serikat, dan Afrika Selatan.
Gerakan literasi media kemudian muncul di berbagai negara di dunia.
Dekade 1970 - 1980
Langkah awal mengembangkan
literasi media yang dirintis pada dekade sebelumnya tidak berkelanjutan dengan
baik. Seperti ditulis dalam laporan Educational
Policies Commission of the National Education Association dalam kategori
"Mass Communication and Education" :
"In light of the time spent by today's
student with the media of mass communication, some study of these media and the
communication process is essential. This means, first, the creation of an
awareness of the place communication holds in the modern environment… The
necessity of these skills is not recognized as easily as the lack of ability to
read… There is a deceptive sense of effortless connected with reception of
these channels… The recognition that a picture can express editorial opinion
even more easily than the written word can help build a wall against
propaganda. A considerable body of research literature which provides the basis
for teaching how to watch and listen is emerging, although established
curriculum programs are still rare. The need for such teaching, however, is
everywhere."
Dekade 1980 - 1990
Pada dekade ini perkembangan
literasi media di Amerika Serikat berlangsung dengan cepat dan luas, demikian
pula yang terjadi di Eropa. Negara-negara di Eropa mengembangkan literasi media
dengan memasukkannya ke dalam kurikulum mulai dari level sekolah dasar,
menengah, hingga perguruan tinggi. Pemerintah Perancis mengembangkan literasi
media dengan tujuan mencegah cara menonton yang pasif (passive viewing) dan manipulasi. Inilah mengapa siswa harus
mempelajari bagaimana sebuah gambaran (image)
diproduksi, diorganisasikan, dan bagaimana untuk mengkombinasikannya dengan
bentuk pembelajaran yang lain, misalnya tulisan dan lisan, serta pengalaman
langsung.
Pemerintah
Finlandia mengembangkan literasi media untuk melatih siswa meneliti dan
menginterpretasi pesan media massa, untuk menumbuhkan analisis kritis, dan
mengajari siswa bagaimana mengembangkan opini mereka sendiri tentang pesan yang
disampaikan media massa.
Pemerintah Inggris bahkan menyusun program
pendidikan literasi media dalam skala luas yang meliputi empat bahasan pokok. Pertama, sumber, asal, dan determinan
dari konstruksi media. Kedua, teknik
dan koding yang dominan digunakan media untuk meyakinkan kita kebenaran
representasi mereka, misalnya bagaimana media menggunakan teknologi untuk
mengedit informasi dalam bentuk yang paling kuat dan meyakinkan. Ketiga, sifat dasar “realitas” yang
dibentuk oleh media, misalnya nilai implisit yang ada dalam pesan media,
karakteristik dunia yang direpresentasikan media, dan sebagainya. Keempat, bagaimana konstruksi media
tentang realitas diterima dan dipahami oleh masyarakat umum.
Dekade 1990 - 2000
Literasi media kemudian dipahami
sebagai sebuah pemberdayaan dalam menentukan sikap atas pilhan, bukan mekanisme
untuk melindungi diri dari bahaya tertentu. Literasi media merupakan kemampuan,
cara berpikir, dan selalu berkembang. Apa yang penting dalam literasi media
bukanlah menyampaikan jawaban yang benar tetapi mengemukakan pertanyaan yang
tepat. Berbagai organisasi pemerhati literasi media mulai bermunculan terutama
di Amerika Serikat.
Organisasi
pemerhati literasi media di Amerika mengembangkan media literasi yang meliputi
cara berfikir tentang pengaruh media massa pada era modern dan sumber-sumber
kurikulum baru untuk mendidik orang dewasa dan generasi muda untuk menjadi
lebih berpengetahuan dan selektif sebagai pengguna media. Selain itu organisasi
mengembangkan program visioner dan praktis bagi perkembangan literasi media di
Amerika Serikat.
Dekade 2000 - sekarang
Pada awal abad ke-21 menandakan
perkembangan literasi media di beberapa negara. Kurikulum literasi media
berlangsung pada hampir semua sekolah. Literasi media diarahkan untuk
mengakomodasi dan menciptakan perubahan pada skala global. Perkembangan media
dan teknologi komunikasi yang sudah mendunia. Seperti dikatakan oleh Thoman dan
Joll (2) :
“Konvergensi media dan teknologi dalam budaya
global telah mengubah cara kita belajar tentang
dunia dan juga tantangan pendidikan. Tidak lagi cukup untuk dapat
membaca kata tercetak;
anak-anak, remaja, dan dewasa, juga
perlu kemampuan kritis dalam
menanfsirkan presentasi pesan dan makna dari berbagai budaya media. Pendidikan
literasi media menyediakan kerangka kerja yang dibutuhkan untuk hidup, bekerja
dan berkewarganegaraan di abad 21 ini.”
Literasi Media di Indonesia
Perkembangan literasi media di
Indonesia masih sebatas gerakan-gerakan yang belum terstruktur (3).
Gerakan-gerakan tersebut dilakukan melalui seminar, road show, dan
kampanye literasi media. Contohnya seperti yang dilakukan oleh Yayasan Jurnal
Perempuan pada tahun 2005, Komunitas Mata Air tahun 2004, Komisi Penyiaran
Indonesia tahun 2005, Perhimpunan Masyarakat Tolak
Pornografi tahun 2006, Yayasan Pengembangan Media Anak (YPMA) tahun
2011, dan beberapa organisasi pemerhati media lainnya. Namun, gerakan-gerakan
ini baru bisa dilakukan dalam skala kecil. Pendidikan melek media tidak cukup
bila disampaikan hanya dalam seminar berdurasi dua jam, atau dalam kampanye dan
roadshow
selama seminggu.
Pembelajaran literasi media memiliki peluang yang
besar untuk dikembangkan, salah satunya melalui jalur pendidikan. Kurikulum
pendidikan yang berlaku di Indonesia saat ini memberikan peluang kepada
pendidikan literasi media untuk masuk ke dalam satuan kurikulum. Pendidikan
literasi media dapat dijadikan satu mata pelajaran baru ataupun disubstitusikan
menjadi bagian integral dalam, beberapa mata pelajaran yang memungkinkan -
meski idealnya pendidikan literasi media menjadi satu subyek pelajaran
tersendiri. Hal tersebut dilakukan agar transfer pendidikan melek media dapat
lebih optimal dan guru dapat lebih mudah memantau perkembangan siswa tentang
pemahaman melek media. Pelaksanaan pendidikan literasi media dapat disesuaikan
dengan kondisi sekolah masing-masing. Sekolah bersama dengan komite sekolah
dapat bersama-sama merumuskan kurikulum yang sesuai dengan kebutuhan, situasi,
dan kondisi lingkungan sekolah.
Sebuah
yayasan yang bergerak dalam bidang kesejahteraan anak dan pemerhati media telah
memulai sebuah proyek percontohan
“Pembelajaran Literasi Media” yang dilaksanakan pada sebuah sekolah
dasar tepilih di kawasan Ibu Kota pada tahun 2002. Sebelum melaksanakan model
pertama ini yayasan tersebut melakukan pelatihan terhadap para guru dalam
rangka mempersiapkan guru, agar dapat maksimal dalam mengajarkan pendidikan
melek media terhadap anak didik. Selain itu diadakan seminar bagi orang tua
murid tentang pendidikan melek media untuk menyampaikan pentingnya pendidikan
melek media.
Selanjutnya,
yayasan tersebut menyelenggarakan beberapa pelatihan dan pembelajaran literasi
media untuk guru sekolah dasar dan menengah dalam cakupan wilayah yang lebih
luas. Yayasan tersebut juga mengembangkan stimulant
atau alat bantu pengajaran untuk memudahkan guru dalam memberikan materi
“Pembelajaran Literasi Media” kepada siswa dengan cara yang menyenangkan dan
interaktif. Pengembangan itu juga mencakup pembuatan buku pegangan (modul)
untuk guru dan siswa serta pengembangan lembar kerja siswa.
Literasi
media menjadi sesuatu yang esensial dan tak terhindarkan ketika ia berada dalam
suatu masyarakat media. Lebih lanjut, masyarakat media tidak hanya cukup
memahami media saja. Adiputra mengutip pada The
Interplay of Influence: News, Advertising, Politics, and Mass Media yang
ditulis oleh Jamieson dan Campbell, sebaiknya masyarakat juga tidak hanya
memahami media dengan baik. Pada ujung memahami media sebaiknya masyarakat juga
tahu cara berinteraksi atau berhubungan dengan media bila media melakukan
kesalahan. Masyarakat juga harus tahu cara mempengaruhi media, bila perlu
melakukan boikot dan beragam gerakan masyarakat yang lalin untuk “memaksa”
media memperbaiki kesalahan yang dilakukannya (4).
Media
literasi adalah sebuah keterampilan yang diperlukan oleh masyarakat guna
berinteraksi secara layak dengan media khususnya media televisi. Literasi media
merupakan salah satu upaya menangkap dampak negatif media televisi. Media
literasi menjadikan khalayak media mampu mengevaluasi dan berfikir kritis
terhadap pesan yang disampaikan oleh media televisi.
#
DAFTAR PUSTAKA
- Hobbs dalam Iriantara. 2006. Hal. 88.
- Thoman, Elizabeth dan Thomas Joll dalam Media Awareness Network. 2007. Dapat diakses dalam : www.media-awareness.ca/english/teachers/media_literacy/what_is_media_literacy.cfm/
- Yayasan Pengembangan Media Anak (YPMA). Loc cit.
- Adiputra, Wisnu Martha. 2008. Menyoal Komunikasi Memberdayakan Masyarakat. Yogyakarta: Penerbit Fisipol UGM. Hal. 164.
Ini bagus sekali postingannya kak, izin di shera buat kepentingan pendidikan. Kami lg kelola web literasi media. mulai dari mengumpulkan tulisan ttg pentingnya Literasi Media.
BalasHapus