25 Jun 2012

Sosiologi Komunikasi - Komik Budaya Media Modern

SOSIOLOGI KOMUNIKASI

KOMIK, BUDAYA MEDIA MODERN
Oleh : Nisya Rifiani

"Juxtaposed pictorial and other images in deliberate sequence, intended to convey information and/or to produce an aesthetic response in the viewer."
Scott McCloud

– Abstract –
Mass Media always view as the top strategic in order to makes the social change. The newspaper, radio, although television, and also comic has high score strategies in it. However as academically, discuss mass media sometimes is ignore. This condition makes comic is not too important and get much negatif critism than build positive critism.
As we know today, comic is born from strip comic in mass media (newspaper) that popular since 1800th in America. In this modern era, comic comes to be a popular culture that read for every people in arround the world.
As generally, this article will discuss about comic and social changing in society. As specifically it will focus discusstion to how comic influence for social changing in Indonesia society. 

Keywords : Social Change, Mass Media & Comics

Abstrak
Media massa kerap kali dipandang mempunyai kedudukan tinggi yang strategis untuk melakukan suatu perubahan di dalam masyarakat. Tak ubahnya surat kabar, radio maupun televisi, komik juga dinilai mempunyai peran yang strategis dalam hal tersebut. Namun secara akademis kajian media massa mengenai komik kadang terabaikan. Kondisi yang demikian membuat komik hanya dipandang sebelah mata dan lebih banyak menuai kritik dibanding hal positif dari komik.
Komik yang kita kenal saat ini berawal dari komik strip di media massa yang mulai populer sekitar tahun 1800-an di Amerika. Di era modern ini, komik telah menjadi budaya populer yang dibaca oleh semua kalangan di berbagai negara di dunia.
Tulisan ini secara umum akan membahas mengenai komik dan perubahan sosial di dalam masyarakat. Secara spesifik pembahasan akan mengerucut pada bagaimana komik membawa pengaruh bagi perubahan sosial masyarakat Indonesia.

Kata Kunci : Perubahan Sosial, Media Massa dan Komik

Pengantar
Media sebagai sebuah sistem komunikasi manusia telah kian penting di dunia. Tidak dapat dipungkiri, peran media dalam masyarakat modern semakin menguat dan terlegitimasi. Media kerap kali dipandang mempunyai kedudukan yang strategis untuk melakukan perubahan di dalam masyarakat. Apakah media itu sengaja digunakan untuk melakukan perubahan ataukah media itu secara alamiah melakukan perubahan di dalam masyarakat.
Dalam tinjauan ilmu komunikasi, media dan perubahan sosial masyarakat selalu menjadi hal yang menarik untuk dibicarakan. Tulisan ini secara umum akan membahas mengenai komik dan perubahan sosial di dalam masyarakat. Secara spesifik pembahasan pada bagaimana komik membawa pengaruh bagi perubahan sosial masyarakat Indonesia. Tulisan ini secara spesifik akan membahas komik mulai dari pengertian komik, abstraksi komik Amerika, Eropa, Jepang dan Indonesia serta pengaruh komik luar terhadap keadaan masyarakat Indonesia.
Tulisan ini akan diawali dengan pembahasan mengenai konsep perubahan sosial yang merupakan kajian penting dalam tulisan ini. Dimulai dengan paparan konsep perubahan sosial dalam pendekatan klasik ; yang melahirkan teori sistem – atau teori fungsional / fungsionalime struktural. Paparan selanjutnya mengenai teori alternatif, yang muncul ketika validitas teori sistem ; yang menganalogikan masyarakat dengan organisme – mulai diragukan dalam kajian akademis sosiologi.
Pada bagian kedua coba dibahas lebih lanjut mengenai komik secara umum mulai dari pengertiannya, abstraksi komik (Eropa, Amerika, Jepang dan Indonesia) berdasarkan garis besar sejarahnya. Pembahasan pokok dalam tulisan ini akan menjadi pembahasan selanjutnya, yaitu mengenai bagaimana pengaruh komik Jepang terhadap perubahan masyarakat Indonesia. Pada bagian ini akan disajikan abstraksi perubahan sosial –kebudayaan pada remaja di Indonesia. Pada akhirnya tulisan ini akan diakhiri dengan kesimpulan, sebagai ringkasan pokok-pokok penting dari pembahasan sebelumnya.

Pembahasan

Konsep Perubahan Sosial ; Teori Sistem & Teori Alternatif
Perubahan sosial merupakan inti sebuah kajian sosiologi dimana hampir semua kajian di bidang sosiologi berkaitan dengan perubahan sosial.

“Setiap teori ilmu sosial, apa pun titik tolak konseptualnya, tentu akan tertuju pada perubahan yang menggambarkan realitas sosial.”
(Haferkamp & Smelsera: 1 – dalam Sztompka)

Pendekatan klasik mengenai perubahan sosial pertama kali dikemukakan oleh Auguste Comte (1798 – 1857). Konsep perubahan sosial Comte menggunakan pendekatan analogi organik dimana ia membagi sistem teorinya menjadi dua yaitu statika sosial dan dinamika sosial, dimana masing-masing menjadi bagian yang terpisah. Herbert Spencer (1820 – 1903) kemudian menganalogikan masyarakat dengan organisme biologis. Hanya saja, Spencer mengubah terminologinya. Ia membedakan antara struktur dan fungsi. Terminologi inilah yang kemudian menjadi inti kajian sosiologi. Struktur menandai susunan internal, bentuk masyarakat sebagai satu kesatuan. Fungsi menandai cara beroperasi perubahannya.
Studi ini kemudian melahirkan apa yang disebut dengan teori sistem yang dikemukakan oleh Talcott Parsons (1902 – 1979). Teori sistem mengembangkan dan menggeneralisasikan seluruh pemikiran yang menganalogikan masyarakat dengan ornganisme. Organisme jelas merupakan contoh sebuah sistem. Pemikiran tersebut dapat pula diterapkan pada masyarakat manusia dengan tingkat kompleksitas yang berbeda-beda (level makro – meso – mikro). Begitu pula segmen tertentu dari masyarakat seperti aspek ekonomi, politik dan budaya secara kualitatif juga dapat dibayangkan sebagai sebuah sistem.
Dewasa ini Sosiologi mulai meragukan validitas teori sistem organik dan diktonomi statika sosial dan dinamika sosial. Maka muncul teori alternatif yang dinilai lebih real diterapkan dalam masyarakat. Dalam kajian ilmu sosiologi, masyarakat tidak boleh dibayangkan sebagai keadaan yang statis (diam) tetapi sebagai proses yang dinamis, bukan sebagai obyek semu yang kaku tetapi sebagai aliran peristiwa terus-menerus tanpa henti. Masyarakat (kelompok, organisasi, dsb...) tidak lagi dipandang sebagai sebuah sistem yang kaku atau “keras” melainkan dipandang sebagai antarhubungan yang “lunak”.

Toybee menyatakan...
“Mempelajari kehidupan manusia di saat tertentu jelas lebih bermanfaat, karena lebih realistis, ketimbang mempelajarinya dengan membayangkannya berada dalam keadaan diam.” (1963; 81 – dalam Sztompka)

Kemudian sebagai pemikiran alternatif atas konkretisasi sistem sosial maka diciptakan sebuah teori hubungan sosio-kultural. Dalam teori ini masyarakat dipandang sebagai obyek yang dinamis ; dan didalamnya terdapat dinamika sosial. Dengan demikian maka dalam teori hubungan sosio-kultural akan didapatkan premis :
  1. Perubahan sosial akan berbeda artinya antara keadaan satu masyarakat tertentu dalam jangka waktu yang berbeda.
  2. Proses sosial merupakan rentetan kejadian atau peristiwa sosial (perbedaan keadaan kehidupan sosial).
  3. Perkembangan sosial, kristalisasi sosial, dan artikulasi kehidupan sosial dalam berbagai dimensinya berasal dari kecenderungan internal.
  4. Kemajuan sosial atau setiap perkembangan sosial dipandanng sebagai sesuatu yang menguntungkan.

Piötr Sztompka dalam bukunya The Sociology of Social Change mengemukakan konsep dasar perubahan sosial mencakup tiga gagasan utama yaitu : (1) perbedaan, (2) pada waktu yang berbeda ; dan (3) diantara keadaan sistem sosial yang sama.

Beberapa definisi perubahan sosial yang dikemukakan oleh ahli Sosiologi :
* Perubahan sosial adalah transformasi dalam organisasi masyarakat, dalam pola berpikir dan dalam perilaku pada waktu tertentu (Macionis, 1987: 638 dalam Sztompka).
* Perubahan Sosial adalah modifikasi atau transformasi dalam pengorganisasian masyarakat (Persell, 1987: 586 dalam Sztompka).

Pembahasan
Komik
Media massa kerap kali dipandang mempunyai kedudukan tinggi yang strategis untuk melakukan suatu perubahan di dalam masyarakat. Tak ubahnya surat kabar, radio maupun televisi, komik juga dinilai mempunyai peran yang strategis dalam hal tersebut. Namun secara akademis kajian media massa mengenai komik kadang terabaikan. Kondisi yang demikian membuat komik hanya dipandang sebelah mata dan lebih banyak menuai kritik dibanding hal positif dari komik.
Komik yang kita kenal saat ini berawal dari komik strip di media massa yang mulai populer pada tahun 1800-an di Amerika. Jauh sebelumnya, epik naskah bergambar pada zaman pra-Colombus ditemukan oleh Cortez sekitar tahun 1519. Beratus-ratus tahun sebelum Cortez mulai mengumpulkan komik, Perancis sudah menghasilkan karya yang hampir serupa yaitu Permadani Bayeux. Permadani sepanjang 230 kaki ini menggambarkan penaklukan Norman atas Inggris yang dimulai pada tahun 1066. Dari lukisan permadani hingga komik strip – kita dapat mengganggap bahwa gambar-gambar berurutan itu adalah “komik”.
Sebelum membahas lebih jauh mengenai komik dan perubahan sosial, ada baiknya dilakukan penjelasan mengenai definisi komik itu sendiri. Hingga saat ini, begitu banyak definisi mengenai komik. Hal ini karena perkembangan komik di setiap negara beragam dan berbeda antara satu dengan yang lainnya. Pada tahun 1973, Malte Dahrendorf menyebut komik sebagai benda/barang gambar secara massal adalah kisah bertekanan pada gerak dan tindakan yang ceritanya dalam urutan gambar dengan daftar dan jenisnya yang khas. Scott McCloud ; terjemahan yang dikutip dari bukunya Memahami Komik – terbitan Kepustakaan Populer Gramedia menyebutkan komik adalah gambar-gambar serta lambang-lambang lain yang terjuktaposisi dalam turutan tertentu, untuk menyampaikan informasi dan/atau mencapai tanggapan estetis dari pembacanya.
Komik di Amerika mulai populer dan digemari masyarakatnya semenjak pasca perang Dunia I. Komik dengan tema superhero menjadi komik yang sangat digemari masyarakat di Amerika. Seni komik di Amerika banyak terpengaruh gaya komik Eropa seperti Jerman dan Perancis. J
Jepang mempunyai penamaan tersendiri untuk komik yaitu “manga”. Penggunaan istilah manga sebagai pengertian untuk komik strip di Jepang, untuk mebedakannya dengan komik yang berasa dari luar negeri. Bentuk ilustrasi pada manga Jepang berbeda dari bentuk ilustrasi lain (Amerika dan Eropa) dan bersifat khas – kebanyakan mengenai gambar fantasi. Sekarang kartun/karikatur dan manga, mempunyai dunianya masing-masing dalam seni Jepang kontemporer. Tradisi literatur atau sastra Jepang yang memikat dan biasanya berupaya menggiring emosional pembaca sehingga larut terbawa dalam imajinasi dan suasana cerita, merupakan dasar kuat bagi kelanjutan perkembangan teknik bercerita dalam manga.

Invansi Komik Luar ke Indonesia
Pada awal tahun 1950-an hingga akhir 1960-an komik nasional mulai bermunculan dan memiliki reputasi yang populer sehingga dapat menguasai pasar komik nasional. Memasuki era tahun 1970-an hingga tahun 1980-an mulai diramaikan oleh kehadiran komik-komik impor dan terjemahan yang berasal dari Eropa dan Amerika.  Pada tahun 1990-an hingga saat ini komik terjemahan yang berasal negeri matahari terbit yaitu Jepang, menguasai pasar komik Indonesia. Hal inilah yang akan menjadi inti pembahasan pada artikel ini.
Invansi manga ke Indonesia dimulai pada akhir 1990-an. Sejak saat itu ribuan judul komik terjemahan Jepang diterbitkan di Indonesia. Kondisi yang demikian tidak hanya “mematikan” pasar komik Indonesia yang kian hari kian menurun jumlah produksinya. Invansi manga tersebut secara tidak langsung mulai menggeser nilai-nilai sosial dan kultural dalam masyarakat Indonesia. Perlahan tapi pasti manga mampu menggeser pasar komik lokal sekaligus masuk dalam sendi-sendi kehidupan bermasyarakat bangsa Indonesia dalam bidang sosial-budaya. Manga – karya seni yang diciptakan di Jepang dan didedikasikan untuk masyarakat Jepang sehingga banyak merepresentasikan kehidupan masyarakat Jepang.
Hal yang demikian tentu saja tidak sesuai dengan keadaan sosial-kultural bangsa Indonesia. Banyaknya judul manga yang diterbitkan di Indonesia tak dapat dipungkiri mulai menggeser nilai-nilai sosial-budaya yang berlaku di Indonesia. Pembaca yang terbiasa membaca manga secara perlahan mengikuti konsep kehidupan yang direpresentasikan dalam manga tersebut (kebudayaan Jepang –red). Tak sedikit kebiasaan tersebut kian melekat dalam kehidupan seseorang hingga akhirnya menjadi kebiasaan yang semakin dimaklumi. kebudayaan negeri sakura mulai sudah merambah ke Indonesia dan menjadi trend yang populer terutama di kalangan remaja.
Hadirnya manga ke Indonesia sekaligus membawa nilai-nilai kebudayaan dari Jepang. Acara bertajuk Jepang-Jepangan kerap kali beraksi di  negara ini. Gelaran yang disajikan variatif jenisnya, mulai dari acara musik, cosplay competition (kostum), hingga pekan kebudayaan Jepang. Antusiasme dari masyarakat begitu tinggi. Penonton yang datang ke setiap acara mencapai ratusan orang. Berbagai macam kebudayaan Jepang mulai masuk dan merambah di tanah air kita ini. Misalnya saja tarian Bon-Odori, seni bela diri Judo, seni merangkai bunga Ikebana, seni melipat kertas Origami, dan lain-lain. Tak hanya itu, Japanese music, fashion, sampai style pun mulai banyak ditiru oleh masyarakat Indonesia. Bahkan bermunculan berbagai komunitas dan random (sekelompok orang yang mempunyai kesukaan yang sama terhadap sesuatu, dalam hal ini kebudayaan Jepang ) yang mengatasnamakan diri mereka sendiri sebagai Japanese fans.
Berdasarkan fakta diatas, lantas siapa lagi yang menyangkal bahwa telah terjadi pergeseran nilai-nilai sosial dan kebudayan di Indonesia setelah masuknya melaui manga tersebut.
Ditengah maraknya invansi komik Jepang dan Amerika, geliat komik Indonesia mulai terlihat. Industri komik Indonesia kini menjelmakan diri melalui gerilya dalam beragam bentuk, tak hanya komik buku dan strip saja, tapi juga memanfaatkan berbagai peluang pasar media yang tersedia, entah sebagai suplemen atau promosi produk dari media lainnya. Dukungan terhadap perkembagan industri komik di Indonesia pun makin banyak bermunculan. Arswendo Atmowiloto, seorang pemerhati budaya, menyebutkan bahwa komik dapat memberikan sumbangan pada proses pertumbuhan kebudayaan nasional. Ia berpendapat, “Komik sebagai media ekspresi pribadi sekaligus terlibat dalam apa yang disebut kebudayaan nasional. Mereka (komikus-komikus) adalah dinamikator-dinamikator yang kalau dilihat dari sejarah dan hasilnya, komik mampu menampung masalah sosial, politik, agama, sejarah, perjuangan, penerangan dan aspek-aspek lain dalam kebudayaan.” Di pihak sastrawan, Mocthar Lubis, berpikiran lebih jauh dengan menyatakan, “Komik menurut anggapan saya, adalah salah satu alat komunikasi massa yang memberi pendidikan baik untuk kanak-kanak maupun untuk orang dewasa.”

Kritik terhadap komik
Komik merupakan sebuah media kreasi. Demikian pernyataan ini terbit di ufuk pikiran dengan niat memperlihatkan kenyataan positif dari kegiatan membaca komik. Seperti kita ketahui bersama membaca komik menimbulkan keasyikan tersendiri bagi pembacanya, baik itu anak-anak, para remaja, tiada ketinggalan pula para orang tua. Namun demikian komik adalah salah satu media yang paling sering menuai kritik karena dianggap berhubungan dengan kenakalan remaja.

Dalam bukunya yang berjudul Seduction of the Innocent, Dr. Fredric Wertham seorang psikiater dan kritikus, merangkum kritiknya terhadap komik sebagai berikut :

“Komik menumpulkan kemampuan membaca.”
“Komik menumbuhkan suasana kekerasan dan terlalu banyak memuat hal-hal kriminal.”
“Komik membuat pembacanya sensitif terhadap godaan.”
“Komik mendorong fantasi yang berlebihan.”
“Komik menyebarkan gagasan-gagasan kekerasan dan seksual.”
“Komik mendorong dilaksanakannya gagasan-gagasan mengerikan itu.”
“Komik membuat teknik-teknik kejahatan dan aneka praktik menyimpang lainnya secara rinci.”
“Komik mendorong kenakalan remaja dan perilaku tidak pantas.”

Kesimpulan
Media telah memainkan peran penting dalam merombak tatanan sosial menjadi masyarakat serba massal. Di era modern ini, komik telah menjadi budaya populer yang dibaca oleh semua kalangan di berbagai negara di dunia. Secara keseluruhan, tulisan ini merupakan abstraksi bagaimana media komik mempengaruhi masyarakat Indonesia. Terdapat beberapa kesimpulan dari pembahasan diatas : 
  1. Dalam hal industri komik nasional, kita masih saja gagal memikat hati para pembaca sendiri, kita kalah dalam berkompetisi merebut cinta dari peminat komik dunia di Indonesia. Komik masih merupakan bagian dari sebuah kebutuhan manusia yang belum punah sejak kemunculannya hingga kini. 
  2. Upaya mengembangkan komik nasional kiranya perlu dilakukan bersama-sama, karena dunia perkomikan adalah sebuah industri yang membutuhkan banyak tangan dan banyak dukungan. 
  3. Komik nasional kiranya bereksperimen dalam mencari dan menemukan teknik tersendiri (baik segi gambar maupun produksi) agar bisa merebut pasar dengan memenuhi harapan pembaca komik yang sudah ada, baik secara kualitas maupun kuantitas, dimana komik lokal dapat mencuri celah posisi yang ada diantara berbagai warna dan gaya komik-komik terjemahan.  
  4. Membangun komik nasional agar dapat dipandang sebagai tempat berkumpulnya berbagai kultur modern masa kini.

Dengan demikian komik nasional sangat dibutuhkan untuk mengimbangi komik asing yang masuk ke Indonesia seperti komik Amerika, Eropa dan Jepang. Komik nasional sekaligus menjadi penetrasi invansi sosial-budaya yang masuk ke Indonesia melalui komik.
#

Daftar Pustaka

Literasi
Bittner, John R., 1977. Mass Communication, an Introduction ; Fouth Edition. New Jersey ; Prentice Hall.
McCoud, Scott. 1994. Understanding Comic. Jakarta ; Kepustakaan Populer Gramedia.
Sztompka, Piötr. 2004. Sosiologi Perubahan Sosial. Jakarta ; Prenada.
Tim Penyusun. Bahan Materi Kuliah Sistem Sosial dan Politik Indoensia. Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Rivers, William L, Jay W Jensen & Theodore Peterson. 2003. Media Massa dan Masyarakat Modern ; edisi kedua. Jakarta ; Prenada.
 

0 komentar:

Posting Komentar