29 Apr 2012

UP RISING STAR - Daily Post Band


Siang yang sedikit mendung. Bingung mau ngapain... Kemudian, kuingat beberapa hari yang lalu, aku sempat menemani adik-adik bimbinganku reportase dengan sebuah band indie : Daily Post. Hmmm… tangan gatel pingin nulis. Lalu, hanya dengan berbekal memori yang terselip dalam rekaman otakku segera kurangkai kata demi kata. Maka jadilah news features sederhana ini. Tadinya, tulisan ini akan kumasukkan ke sebuah media remaja regional yang terbit mulai mei 2012. Tapi… belum juga menginjak bulan mei, band ini udah keburu me-revisi dapur mereka. Bukannya bubar, cuma bongkar personel. Tulisan ini mubazir jadinya. Nggak apa-apalah, besok bisa buat lagi… Nah, nggak usah banyak cing cong. Ini dia news features tentang band mereka yang sempat kutulis. Let’s, check it out

-------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

DAILY POST
Berkarya Setiap Hari, Didengar Setiap Hari


Satu lagi band indie yang mencoba peruntungan di dunia musik. Daily Post, band yang meresmikan diri pada medio Februari 2010 lalu ini mulai memperkenalkan diri mereka dengan manggung di berbagai pentas musik di Jogjakarta. Di basecamp mereka yang terletak di kawasan Glagah Sari, tepatnya di Gang. Larasati 592 Umbulharjo YK, redaksi memulai perbincangan dengan band yang beranggotakan empat personel ini.

Musik asik yang dimainkan oleh Badarudin Iqbal (Iqbal/vokal), Salman Arif Lubis (Arif/gitar), Taufik Akbar (Taufik/bass), dan Nanda Saputera (Nanda/drum) ini mengusung genre punk rock. Daily Post mengawali karir musik mereka sebagai band indie di Jogjakarta. Meski masih termasuk dalam jajaran ‘pemain baru’ tetapi sebenarnya cikal bakal band ini sudah terbentuk sejak lama. Langkah awal Daily Post dimulai dari kedekatan ketiga personelnya yaitu Taufik, Arif, dan Nanda yang merupakan teman satu angkatan semasa duduk di bangku SMA dulu.
Saat itu, meski personel band sering gonta-ganti tetapi mereka bertiga paling sering nge-jam bareng. Pada masa kuliah, barulah Iqbal bergabung. Dengan masuknya Iqbal yang mengisi posisi sebagai vokalis, lengkaplah sudah formasi band mereka. Merasa cocok satu sama lain, Daily Post mantap meniti karir di jalur musik bersama-sama.
Ternyata nama Daily Post terinspirasi dari salah satu film ber-genre superhero, Spiderman. Lhoh, kok bisa? “Di film itu kan diceritakan ada surat kabar namanya Daily Bugle, nah kayaknya bagus juga sih nama itu. Akhirnya kami memutuskan untuk memakai nama itu, dengan mengganti salah satu suku katanya. Jadinya Daily Post, deh.” kata Taufik menjelaskan.
Biarpun nama Daily Post belum begitu familiar terdengar di kota gudeg ini, tapi ternyata band ini telah menorehkan beberapa prestasi di beberapa ajang musik regional. Salah satunya, Daily Post berhasil memperoleh predikat ‘The Best’ pada ajang musik Unsigned Group Competition. Event ini adalah ajang pencarian grup musik berbakat yang diselenggarakan oleh Indosat IM3 pada medio Februari 2010 lalu.
Diam-diam Daily Post sudah mengeluarkan album, tetapi masih album kompilasi. Bersama dengan sembilan band lainnya yang juga terpilih sebagai pemenang di ajang yang sama. Lagu Daily Post yang berjudul Bosan di Jakarta kini juga tengah dipromosikan dalam bentuk ring back tone atau RBT yang disponsori oleh salah satu provider selular ternama di Indonesia. Wah, kereeen… Setelah album kompilasi, saat ini Daily Post pun tengah mempersiapkan album berikutnya.
Harapan Daily Post untuk grup musik mereka kedepan adalah bisa manggung di berbagai tempat di Indonesia, sampai ke Eropa. Wah… kita doakan aja supaya mereka bisa mencapai impian mereka. Selain itu, mereka juga mempunyai harapan karya musik mereka dapat dinikmati oleh semua orang. “Seperti surat kabar yang dibaca setiap hari, kami berharap musik yang kami mainkan juga akan didengar setiap hari.” ungkap Iqbal menutup bincang-bincang malam itu.
#


‒ Nisya Rifiani / January 2012 –




Nisya & Fanny diantara Daily Post saat melakukan wawancara

4 Apr 2012

SERIAL GENG'GOWES #4 - Teror Murid Pindahan

‒ Nisya Rifiani ‒

Kelas Bintang ramai bukan main. Mirip pasar tiban yang secara ajaib muncul tiba-tiba tiap hari minggu di samping stasiun kereta deket rumah Bintang. Bedanya, di pasar ini nggak ada penjual dan barang dagangan, nggak ada orang yang lalu lalang, apalagi pembeli yang cerewet nawar harga. Sebagai gantinya, puluhan manusia yang dinamakan perempuan itu bejubel memenuhi ruang kelas XD. Heboh bangeettt… sebenarnya ini ada apa sih???

“Yee… masa’ kamu nggak tau sih? Ada murid pindahan masuk kelas Bintang…” Lulu langsung ngibrit ketika dicegat sama Igo dan diberondong pertanyaan seputar kehebohan yang terjadi di kelas Bintang. Ngerasa nggak diperhatikan, Igo nyusul Lulu yang keburu ilang dari pandangan. Penasaran juga sama murid pindahan yang dibicarakan Lulu tadi.

Tiba di depan kelas Bintang…
Mendadak Igo shock banget dengan apa yang dilihatnya sekarang. Kerumunan anak-anak cewek berkumpul kayak lagi antri ambil formulir pendaftaran audisi jadi girl-band masa depan.

Astajim…” maksud hati mau bilang astagfirullahhalazim, tetapi apa daya karna kepanjangan maka disingkat supaya lebih efisien dalam pengucapannya. Pembaca yang budiman, jangan sekali-kali meniru kelakuan Igo ya. Ini bahaya laten…

PLAAKKK!!!
Tiba-tiba ada yang jitakin pala’nya Igo. Bang Jay! Lagi? Yo’i, dia kan hobi banget moles pala’nya Igo.

“Kalo’ tobat yang bener napa…???” kata Bang Jay.

Astagfirullahhalazim…” Igo segera meralat kata-katanya tadi. “Itu apaan rame-rame? Kayak lagi antri beras murah aja…” lanjut Igo.

“Biasa, murid pindahan – selalu bisa menarik perhatian.” cetus Radja yang kebetulan ikutan nongkrong.

“Apah?!” (Gaya Soimah) “Kok, bisa-bisanya dia ngalahin ketenaran gue?” teriak Igo sewot. Yee… kayak dia satu-satunya orang tenar di sekolahan.

Udah gitu, Igo nekat menyusup diantara kerumunan itu. Set, set, set… Igo menggunakan ilmu ninja-nya yang lihai, dengan cepat dia sudah berada di barisan terdepan. Wow, berasa mau lomba lari…

“Igo! Liat, itu anak barunya!” Lulu ternyata udah ada di barisan depan juga. Rupanya Lulu juga menggunakan ilmu kanuragan-nya untuk menembus barikade manusia itu (apa coba?).

Igo langsung aja mendaratkan pandangannya ke arah yang ditunjuk oleh Lulu. Seketika, ia langsung lemes, mewek sampai bercucuran keringat. Eh, air mata…

Di barisan bangku ke-3, terduduklah seorang pangeran yang berwajah tampan (?). Ehem, maksudnya, disitu duduklah sesosok makhluk ganteng. Ganteng banget malah...

Oh, jadi ini penyebabnya. Perjaka tong tong yang tiba-tiba muncul di sekolah mereka. Terang aja kelas Bintang jadi rame dikunjungi cewek-cewek satu sekolahan.

Murid baru itu genteengng bangeettt…! Sumpeh…!
Cowok Asia, tampangnya mirip artis korea. Kulitnya putih langsat, dadanya bidang, kalo’ berdiri mungkin tingginya bisa nyampe 1,8 m. Belum lagi, senyumnya itu loh… bisa bikin kelepek-kelepek cewek-cewek yang memandangnya. Liat aja, udah ada beberapa cewek yang pingsan gara-gara terkena paparan pesona si cowok korea itu. Sie PMR, petugas medis sekolahan sampe dibikin kalang kabut oleh insiden itu. Halah…

Igo, jelas langsung minder. Dia milih keluar dari kelas dan merenungi kesombongannya.

“Hehehe… kenapa lu, Go?” tanya Bang Jay. Oknum yang ditanya diem aja, tak lama dia lantas menjawab.

“Ternyata di dunia ini masih banyak orang ganteng selain gue.” kata Igo terdengar pasrah. Ya iyalah, emang cuma dia aja yang ganteng.

Igo terlihat stress. Saking depresinya, sampe-sampe dia ngerasa pengen dilahirin jadi rumput aja (what the?).

“Udah, Go… jangan gitu dong. Ada gue disini, yang selalu menemani lo di saat senang maupun susah…” kata Bang Jay. Dih… jijay banget deh rayuan gombalnya. Nggak laku…

“Ye… tampang lo kan pas-pasan. Jadi elo nggak bakalan ngerti apa yang gue rasain…” kata Igo blak-blakan. Sembarangan aja tuh orang, padahal Bang Jay itu lumayan ganteng kok…

“Tapi kan sama aja. Sama-sama masih kalah ganteng dibanding bule korea itu kan?” diam-diam rupanya Bang Jay ngerasa depresi juga. Merasa kegantengannya bakal terancam oleh bule korea itu. Cuma Bintang aja tuh yang adem ayem, nggak terpengaruh sama perubahan situasi kondisi di sekolah mereka.

#

Seminggu sudah bule korea itu berdomisili di kelas Bintang. Seminggu pula Bintang jadi ‘pendamping’ itu bule selama dia di sini. Wuhuuu, berasa jadi guide aja. Yah, mau gimana lagi? Secara, Bintang paling cas cis cus ngomong inggris. Itu bule ternyata nggak bisa ngomong Indonesia, hadeh-hadeh… Udah gitu, ngomong inggrisnya juga nggak lancar, doi cuma fasih ngomong jepang. He… ternyata doi bule jepang!

So, apa kabar Geng’Gowes? Masih tetep eksis dong sebagai salah satu geng tenar di sekolah. Cuman, personelnya nambah satu. Statusnya semacam additional player gitu. Siapa lagi kalo’ bukan bule jepang itu…

Namanya Matsushi Matsushitta, asalnya dari Tokyo, Jepang. Doi dateng ke negara tercinta ini dalam rangka pertukaran pelajar internasional. Harusnya, doi dipanggil pake nama keluarganya. ‘Matsushitta-san’ atau ‘Matsushitta-kun’ biar menghormati klan kebesarannya. Tapi Lulu seenaknya aja ngambil nama tengahnya aja buat dijadiin nama panggilan. Jadilah ‘Sushi’ saja, itu tuh sejenis makanan Jepang yang wujudnya nasi gulung yang diisi ikan, sayuran, buah-buahan, bahkan oncom pun bisa dimasukkan ke dalam makanan itu.
Parahnya, yang diubah namanya enggak protes sama sekali. Parahnya lagi, gara-gara non-stop begaol sama Geng’Gowes kelakuan si bule ikutan miring, sinting. Si bule ngotot pengen ikut kemana pun Bintang melangkah. Tapi, Bintang nggak kalah pinter.

Kayak hari ini, setelah mengaburkan alibinya, Bintang pun terbebas dari si bule. Sekarang, dia lagi asyik nongkrong padahal masih jam pelajaran. Bersama Geng’Gowes, mereka kongkow di ‘New Kantin Kita’ alias kantin borju sekolah mereka. Ikh… belum punya sepeda aja udah belagu jajan di kantin borju segala. Untungnya, nama itu cuma label aja. Aslinya, harga jajanan di kantin itu sangat bersahabat terutama bagi warga negara tidak mampu seperti mereka…

Setelah memesan empat mangkok mi bakso dan empat gelas es jeruk di gerai ‘Mbok Edi’, tak lama kemudian datanglah amunisi yang ditunggu-tunggu itu. Mi bakso dan es jeruk pun siap disantap.

“Ini pesanannya. Lima mangkok mi bakso dan lima es jeruk.” Mbok Edi mengantarkan langsung pesanan mereka.

“Lhoh, kok lima to, Mbok?” tanya Lulu.

“Emangnya lagi ada promo ‘Beli 4 Gratis 1’ ya, Mbok?” tanya Igo nggak mau kalah.

“Lhoh, tadi pesennya memang lima kok. Kalian memang ber-5 kan…” jawab Mbok Edi. Bang Jay kemudian menghitung jumlah rombongan mereka.

Siji. Loro. Telu. PapatLimo!” Yaampuuunnn…

Haladalah, tau-tau aja si bule udah gabung di tengah-tengah mereka tanpa diketahui siapapun. Hawa keberadaannya tipis banget. Sama sekali nggak terdeteksi oleh indera penciuman orang biasa, maupun teknologi radar yang canggih.

Igo melenguh. Merasa eksistensi kegantengannya kesaing (lagi). Bintang tepok jidat, frustasi. Bisa-bisanya si bule itu ngikutin dia. Lulu, sumringah aja ngeliat orang paling kece begaul lagi sama geng mereka.

“Lhoh, kok bisa-bisanya dia ada di sini?” tanya Bintang.

Si bule nggak denger pertanyaan Bintang. Dengan cueknya doi malah asyik makan mi bakso yang telah tersedia di hadapannya. Yo’i, doi hobby banget ngacangin orang. Bintang makin frustasi. Igo, Bang Jay, dan Lulu milih enggak mau mikir, ogah ambil pusing. Mereka pun menyeruput es jeruk yang segar, lalu mulai makan mi bakso masing-masing. Hhhh… nikmatnya…

Bintang melongo, serasa jiwanya lepas dari raganya. Tapi akhirnya, ia nyerah juga, dan segera melahap jatah mi bakso-nya dengan serakah.

Lagi enak-enakan makan, ada sesuatu yang menghampiri…

Whoaaa… itu kan si Hunter!!! Alias si Guru Killer!!! Guru BK gitu loh…

NERAKA!!! Ini mah, sidak…
Serta merta Geng’Gowes melarikan diri dari tempat itu…

“Lari…!” teriak Igo, kabur duluan.
“Sial…!” teriak Bang Jay sambil nyusul Igo.
“Tungguin…!” teriak Lulu.
“Shushi, follow me…!” teriak Bintang.

Haduh, haduh… mereka teriak-teriak gitu, apa nggak sakit itu tenggorokannya? Kasian pita suaranya kan, belum diasuransi-in lagi… Kalo’ rusak gimana…?

“Kabur kemana nih?” tanya Lulu.
“Kelas gue…!” jawab Bang Jay.
“Okeee…!” seru Igo ‒ Bintang kompakan.

Mereka berlima pada lari menuju kelas Bang Jay. Begitu nyampe… pelajaran kosong, nggak ada guru yang ngajar. Anak-anak malah rame-rame sendiri, pada asyik ngerumpi. Geng’Gowes pun ambil bagian di pojokan kelas, ngumpet.

“Fuh… akhirnya lolos juga…” kata Lulu.
“Gile… bisa juga kita kena sidak.” balas Igo nanggepin.
“Apa kata dunia kalo’ kita ketangkep hunter itu.” kata Bang Jay.
“Sushi, are you oke?” tanya Bintang. Tak terdengar jawaban. “Hei, are you oke…???” tanya Bintang seraya berbalik menghadap si bule.

Terlihat si bule jepang itu lagi asyik menikmati mi bakso-nya tanpa menggubris Geng’Gowes. Sesekali menyeruput es jeruknya. Geng’Gowes serasa kehilangan nyawa, shock banget ngeliat kelakuan si bule. Ternyata ada juga bule yang edan kayak dia. Jadi waktu kabur tadi, bule jepang itu lari-larian sambil bawa mangkok mi bakso-nya sekaligus es jeruknya?! Gokilll…

Oishi…” katanya singkat, sambil terus melahap mi baksonya.

Geng’Gowes cuma bisa nelen ludah. Antara prihatin dengan tingkah nyentrik si bule, atau nyesel ninggalin makanan mereka di kantin.

“Wah, strategi itu boleh juga…” Igo berniat nyobain cara si bule lain waktu. Biar makanan yang udah dipesen enggak mubazir, pikirnya…

Krik… Krik…
Kok, ini kelas yang tadinya berisik tiba-tiba jadi sunyi? Surprise… si hunter alias si guru killer tau-tau udah stand by di depan kelas sambil berkacak pinggang. Bawa satpam, lagi!

“Bintang, Igo, Lulu, Jay, dan seorang murid pindahan… harap ikut saya ke ruang BK. Sekarang!” Ya ampun, mereka terkepung dari segala penjuru. Inilah akibatnya kalo’ lengah sedikit…

Aha! Mereka udah nggak bisa ngelak lagi. Akhirnya, petualangan bersama bule jepang itu berakhir di ruang pengadilan. Eh, ruang BK… Meski pintar & berprestasi Geng’Gowes mesti tetep dihukum lantaran bolos di jam pelajaran, jajan di kantin pulak. Kena batunya deh…

Igo dan Bang Jay di hukum harus ngebersihin gudang belakang. Bintang dan Sushi si bule jepang kudu ngepel aula atas yang luasnya se-gambreng (luas banget, maksudnya). Sedangkan Lulu wajib nguras kolam ikan di depan perpustakaan, sendirian. Emang itu kolam nggak gede-gede amat sih, tapi kan tetep bikin cape’… nurunin gengsi lagi. Hhhh…

Selanjutnya, mereka semua harus berjemur ria sambil hormat bendera tepat di tengah-tengah lapangan upacara sampai pelajaran terakhir selesai. Padahal masih tiga jam lagi. Cape’ deh… Sekarang, seisi sekolahan jadi tau kalo’ Geng’Gowes jagoan bolos…

TIDAAAKKK…!!!

#

Cerpen ini ditulis oleh :: Nisya Rifiani / Maret 2012 ‒