5 Des 2011

SERIAL GENG'GOWES #1 - Angin Kriminal


-Nisya Rifiani-

YAK!
Memasuki tahun ajaran baru, cerita baru siap mewarnai kehidupan hura-hura es-em-a ini…
Dari setting sekolah terkenal di kota Jogja, cerita ini dimulai…

Oke, leader dari kelas XD, kita punya cowok cool yang menduduki peringkat 14 cowok keren se-sekolah. Dia adalah Bintang, cucu cicit cicit Opa Einsten yang punya kemampuan otak yang nggak kalah sama embahnya itu. Perwakilan dari kelas XC, ada Wijaya si kutu buku yang berkaca mata. Perjaka tong tong ini ngefans banget ama Ayu ting ting, tapi nggak mau ngaku lantaran gengsi kalo katauan seneng ama lagu-lagu dangdut. Berikutnya dari kelas XE, ada titisan Michael Schumacher. Ngakunya sih namanya Gaijiro Matsuyama, lahir di Prefektur Takoyaki di Jepang sono. Sapaan akrabnya Igo. Terakhir, dari kelas XF ada cewek (sok) centil, (sok) manis, & (sok) imut, dan punya ciri khas cara ketawa yang gokil. Panggilan akrabnya Lulu. Lulu ini mukanya mirip banget sama artis papan atas, kalo nggak salah namanya Tya Ariestya.

Kok bisa sih mereka barengan? Jawabannya, takdir-lah yang mempersatukan mereka.
Meski beda kelas, tetapi mereka tetap bisa bersatu padu melawan kejahatan di muka bumi ini (Lho?).

Setelah menemukan persamaan diantara mereka, keempatnya bersepakat untuk menamakan kelompok mereka dengan nama Geng’Goes. Jangan salah ya, bukan karena mereka senang putar-putar kota naik sepeda bersama teman sepeda. Tetapi karena mereka punya harapan, impian, dan cita-cita yang sama, yaitu memiliki sebuah sepeda!

Baiklah, awal kisah ini kita mulai dari pohon beringin tua yang ada di pojokan sekolah. Konon adalah kawasan paling angker seantero sekolah. Tempatnya berbatasan langsung dengan makam tua yang jarang dirawat. So pasti, tempat itu adalah tempat yang paling cucok untuk para hantu pada be’gaol.
Pertama kali mengadakan ekspedisi mengarungi sekolahan, sampailah Geng’Goes ke tempat itu. Segeralah mereka meminta izin kepada para hantu untuk dapat menggunakan tempat itu bersama-sama. Tapi, hantunya keburu pada kabur semua begitu liat tampang mereka berempat yang ngalahin seremnya para hantu itu sendiri. Padahal ritualnya belum dimulai. Hadeh, hadeh…
Nah, setelah ditinggal kabur para hantu, kini tempat itu punya penghuni baru yaitu Geng’Goes ini.

Jadi murid baru nggak selamanya asyik! Itulah yang mereka rasakan. Gimana enggak, baru beberapa minggu masuk sekolah mereka sudah disibukkan oleh kegiatan-kegiatan yang wajib diikuti setiap murid baru. Belom lagi pelajaran yang semakin sulit, pr-pr yang selalu menyapa setiap harinya, membuat mereka serasa terjun bebas ke neraka. Tapi, bukan Geng’Goes namanya kalo nggak bisa menghadapi masalah itu…

“Bagaimana kalo’ kita keluar aja dari sekolah iniii…!!!” teriak Igo.

PLAK!!! Bang Jay menjitak kepala si Igo.
“Lu kira-kira dong kalo cari penyelesaian buat masalah kita. Solusi lu kagak solutif tau…” kata Bang Jay.
Igo nyengir aja sambil mengusap kepalanya yang bentuknya kayak telur.

“Yaudah, gimana kalau entar malam kita belajar bersama di rumah gue”, kata Bintang.
“Nggak mau ah, rumah Bintang jauh. Lulu kan belum punya sepeda”, kata Lulu.
“Yee, Lulu! Kita semua kan pada belum punya sepeda”, kata Bang Jay.
“Kalo rumahnya Bintang kejauhan, belajarnya di rumah gue aja”, kata Igo. Bintang, Bang Jay, dan Lulu pun bersetubuh, eh, setujuuu.
“Baiklah, sampai ketemu nanti sore!” kata Igo dengan semangat empat lima sambil mengepalkan tangan.

Dan venue untuk belajar bersama malam itu diputuskan di rumahnya Igo. Tapi, berhubung rumah si Igo dipake buat rapat pengurus rt, akhirnya acara belajar bersama mereka dialihkan tempatnya ke rumah Bang Jay. Walaupun rencana mereka sedikit berubah, tapi mereka tetap semangat bertekad menyelesaikan pr matematika yang dikasih si guru killer.

Stress yang melanda Geng’Goes gara-gara pr matematika yang sulit setengah mati membuat mereka nggak kalap. Ditambah lagi ada teman baru yang ikutan ngerecokin di teras depan rumah. Sepupu Bang Jay, Asep namanya. Asep yang baru datang dari desa itu badannya gemuk gempal, ber-bokong cemar (celengan semar), dan otaknya encer. Tampangnya seram (selalu ramah), kelakarnya pun kocak, dan pandai bercerita. Sebentar saja anggota Geng’Goes sudah akrab dengan Asep. Makin nggak kalap…

Hampir semua pr matematika itu diselesaikan dengan cepat oleh Asep. Yeee, ini mah bukan ngerecokin namanya, malah menyelamatkan mereka. Nah setelah semuanya seleseai saatnya bercerita dan bergossip. Ada saja bahan cerita dan guyonan yang cukup membuat mereka keram perut. Wah, bakat ngelawak nih. Tapi ditengah seru-serunya mereka bercengkerama…

Tiba-tiba Asep sontak berdiri, mengendap sejenak, dan buru-buru berlalu. Agak terseok masuk ke dalam rumah sambil menyingsing sarungnya. Tampang si Asep kelihatan tegas seperti wayang golek, melotot semalaman.

Bintang dan Igo yang sempat terserempet angin kibasan sarung si Asep kompak terjungkal sambil memencet hidung masing-masing, dan cepat-cepat menggelundung sampai ke ujung teras. Gelagapan mereka berdua terbatuk-batuk. Lulu yang lolos dari hembusan gas beracun itu hanya tertawa terkekeh-kekeh kayak nenek-nenek, menikmati kelucuan yang disuguhkan padanya. Bang Jay hanya geli saja melihat ketiga temannya itu. Yah… angin dari sarung si Asep kelewat bau!
“Emang enaaaak, hihihi…” ejek Bang Jay.

Sementara itu, dari dalam kamar mandi terdengar keran ledeng dibuka dan air mengucur dengan derasnya. Wah, borosss…
Semua personel Geng’Goes masih tertawa cekikikan di teras depan rumah.
Setelah agak lama, si Asep nongol lagi.

“Maaf ya… Tadi ada sedikit pemberontakan, jadi maaf sekali lagi. Tadi tidak permisi dulu”, kata Asep cuek bebek sembari duduk bersila, sekembalinya dari ruang kenikmatan (kamar mandi).

“Waaahhh… kamu plong, kita nih nyaris pingsan!” Igo menggerutu.
“Gila! Elo kentut nggak kira-kira sih…” sambung Bang Jay.
“Ya… sekali lagi maafkan saya dengan ikhlas…” Asep memohon.
Bintang yang masih agak mumet pasrah memandang Asep. Kepalanya pening, matanya berkunang-kunang, hampir sesak napas. Duh, tobat… baru kali ini ia tercemar kentut sakti.

“Ehem, maksudku… kamu harus menghapus kelakukanmu tadi dengan kenangan yang indah dan manis,” kata Igo dengan sok wibawa.
“Yup, misalnya kamu boleh nyanyi satu lagu untuk kita,” sambut Lulu.
“Walah, malam-malam begini kok malah nyanyi?! Bisa jadi ada hantu pocong dan tuyul-tuyul denger saya nyanyi, nanti malah pada joged disini,” kata Asep.

Mendengar kata pocong dan tuyul, Bintang langsung beringsut merapat ke Igo yang berada di dekatnya.
“Lhoh, ngapain kamu deket-deket si Igo?” tanya Lulu.
“Apaan sih lu?” kata Igo, risih.
“Ah, enggak. Ini malam udaranya dingin”, kata Bintang mencari-cari alasan.
“Idih, bilang aja elo takut ya…” kata Igo.
“Yee, kagak! Siapa yang takut?!” Bintang memprotes, nampak sambil mencari-cari sesuatu di dalam tasnya. Maksud hati mengalihkan perhatian teman-temannya dari topik pembicaraan yang membuatnya merinding.

“Cari apaan, Bintang?” tanya Bang Jay.
“Ini, kalkulator-ku. Masa’ ilang?” jawab Bintang.
“Tenang saja Mas Bintang, mungkin kalkulatornya lagi dipinjem ama tuyul buat ngitung total pendapatannya hari ini”, gurau Asep.
“Huwaaa… yang beneeer…???” kata Bintang setengah berteriak.
“Wah… Mas Bintang bener-bener ketakutan”, kata Asep. Teman-teman yang lain hanya tertawa cekikikan. Kalau tertawanya keras, bisa-bisa Bintang marah besar. Meski penakut, kalau sudah marah, bisa-bisa gelegarnya mengguncang duniaaa… (what the?)

“Eh, Mas Bro, Mbak Sist, dan sohib-sohib lainnya…” kata Asep sok gaul. “Saya bisa membuktikan bahwa tidak semua tuyul itu jahat”, lanjut Asep.

Tengkuk Bintang merinding, bulu-bulu lengannya pun berdiri.

“Haaa, masaaa…?” tanya Lulu seakan nggak percaya.
“Ya udah kalo’ nggak percaya.  Besok malam, boleh datang kesini lagi. Kita buktikan sendiri dengan mengadakan acara tuyul-tuyulan”, kata Asep meyakinkan. Dan akhirnya, Geng’Goes memutuskan untuk kumpul-kumpul lagi besok malam.

At Bang Jay’s room…
“Sep, lu beneran bisa panggil tuyul?” tanya Bang Jay dengan rasa ketidakyakinan dan ketidakmampuan Asep. “Yeee, liat aja besok”, kata Asep cengar-cengir, sambil merapatkan selimut sampai menutupi mukanya.

Lhooo… jadi cuma bo’ongan toh…???

#

- Cerpen ini ditulis oleh :: Nisya Rifiani / Desember 2011 -